Makna nilai kekerasan suatu material berbeda
untuk kelompok bidang ilmu yang berbeda. Bagi insinyur metalurgi nilai
kekerasaan adalah ketahanan material terhadap penetrasi, sementara untuk para
imsinyur desain nilai tersebut adalah ukuran dari tegangan alir, untuk insinyur
lubrikasi kekerasan berarti ketahanan terhadap mekanisme keausan, untuk
insinyur mineralogi niai itu merupakan ketahanan terhadap goresan dan untuk
mekanik workshop lebih kepada ketahanan material terhadap pemotongan alat
potong. Begitu banyak konsep kekerasan material yang dipahami oleh kelompok
ilmu. Walaupun demikian konsep konsep tersebut dapat dihubungkan pada suatu
mekanisme yaitu tegangan alir plastis dari material yang diuji
I.
Dasar
Teori
Kekerasan material dapat didefinisikan
sebagai ketahanan material terhadap gaya penekanan dari material lain yang
lebih keras. Kekerasan merupakan ketahanan material terhadap deformasi plastis
terlokalisir misalnya indentasi kecil atau gores. Penekanan tersebut dapat
berupa mekanisme penggoresan (scratching),
pantulan ataupun indentasi dari material keras terhadap permukaan benda uji.
Berdasarkan mekanisme penekanan tersebut, dikenal 3 metode uji kekerasan.
1. Metode Goresan
Metode ini dilakukan dengan mengukur kedalaman atau lebar goresan
pada benda uji dengan cara menggoreskan permukaan benda uji dengan material
pembanding. Identor yang biasa digunakan adalah jarum yang terbuat dari intan. Namun,
metode ini tidak banyak digunakan dalam dunia metalurgi,
namun masih dalam dunia mineralogi.
Metode ini dikenalkan oleh Friedrich
Mohsya itu dengan membagi kekerasan
material di dunia ini berdasarkan skala (yang kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan
yang paling rendah, hingga nilai 10 sebagai skala kekerasan tertinggi. Dalam skala Mosh
urutan nilai kekerasan material di dunia diwakili oleh :
1. Talc 6. Orthoclase
2. Gipsum 7. Quartz
3. Calcite 8. Topaz
4. Fluorite 9. Corundum
5. Apatite 10.
Diamond (intan)
Prinsip
pengujiannya adalah bila suatu material mampu digores oleh Corundum (no 9) tetapi
tidak mampu digores oleh Topaz (no8) , maka kekerasan material tersebut berada
antara 8 dan 9. Kekurangan utama metode ini adalah ketidakakuratan nilai
kekerasan suatu material. Bila kekerasan mineral-mineral diuji dengan metode
lain, ditemukan bahwa nilai-nilainya berkisar antara 1 – 9 saja. Sedangkan
nilai 9 – 10 memiliki interval yang besar (jarang ditemukan).
21. Metode Pantulan
Dengan metode ini, kekerasan suatu material
ditentukan oleh alat Scleroscope yang
mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer)
dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan
benda uji. Tinggi pantulan (rebound)
yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut,
yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai
semakin tinggi.
Mesin pengujian
kekerasan dinamik :
•
Shore Scleroscope
( ASTM E 448 )
Mengukurpantulandari
”small pointed device ” dariketinggian 254mm
•
Schmidt Hammer
Mengukurpantulandari “spring loaded hammer”. Pengujian ini berhubungan dengan kekuatan tekan beton
Mengukurpantulandari “spring loaded hammer”. Pengujian ini berhubungan dengan kekuatan tekan beton
Gambar 1Scleroscope dan bagian-bagiannya
|
32. Metode Indentasi
Pada metode ini, pengujian kekerasan
dilakukan dengan menekankan indentor berbentuk bola, piramid, atau kerucut pada
permukaan logam selama beberapa detik dan mengukur jejak yang dihasilkan pada
permukaan logam untuk menghitung nilai kekerasannya. Kekerasan yang dihasilkan
tergantung jenis indentor dan jenis pengujian. Semakin lunak material, maka
semakin besar dan dalam indentasinya.
Berdasarkan prinsip kerjanya metode uji kekerasan dengan cara indentasi dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a.
Metode
Brinnell
Metode ini diperkenalkan oleh J.A.
Brinell pada tahun 1900. Pengujian kekerasan ini dilakukan dengan menggunakan
bola baja yang diperkeras (hardened steel ball) dengan beban dan waktu
indentasi tertentu. Hasil penekanan berupa jejak yang berbentuk setengah bola
dengan permukaan lingkaran bulat, yang harus dihitung diameternya dengan
mikroskop khusus pengukur jejak.
Agar memiliki
keakuratan yang baik dengan
metode ini, maka:
Ø
spesimen uji
harus rata,
Ø
spesimen uji
tidak boleh terlalu tipis,
Ø
indentasi tidak
dilakukan pada tepi/pinggir benda uji,
Ø
jarak antara
indentasi satu dengan lainnya ialah tiga kali diameter indentasi.
Standar
pengujian kekerasan dengan metode Brinell terdapat dalam ASTM E 10. Adapun nilai kekerasan yang
diperoleh dengn metode ini diberikan oleh rumus :
D
= diameter indentor (mm)
Gambar
2 Skematis prinsip indentasi dengan
metode Brinell
|
Gambar 3 Skematis Pengujian Brinell
|
Nilai kekerasan suatu material yang dinotasikan dengan ”HB” tanpa tambahan angka
di belakangnya menyatakan kondisi pengujian standar dengan indentor bola baja
10 mm, beban 3000 kg selama waktu 1-15 detik. Untuk kondisi lain, nilai
kekerasan HB diikuti angka-angka yang menyatakan kondisi pengujian. Contoh: 75
HB 10/500/30 menyatakan nilai kekerasan Brinnell sebesar 75 dihasilkan oleh
suatu pengujian dengan indentor 10 mm, pembebanan 500 kg selama 30 detik.
Gambar 4. Contoh hasil indentasi Brinell berupa
jejak lingkaran dalam skala mm
|
b. Metode Vickers
dimana
:
d =
panjang diagonal rata-rata jejak berbentuk bujur sangkar (mm).
P =
beban (kg/mm2)
Gambar 5. Skematis prinsip indentor dengan
metode Vickers
|
Standar
pengujian kekerasan dengan metode Vickers diatur dalam ASTM E92.
Penggunaan
indentor intan berbentuk piramid pada Metode Vickers sangat menguntungkan
karena dapat digunakan untuk memeriksa bahan-bahan dengan kekerasan tinggi. Di
samping itu, bentuk dan geometri jejak yang dihasilkan tidak banyak terpengaruh
oleh besarnya beban yang diberikan sehingga besarnya beban tidak perlu
dikontrol terlalu ketat seperti halnya pada metode Brinell. Keuntungan lain
dari metode Vickers dibanding dengan metode Brinell ialah memiliki pembacaan
pada mesin yang lebih akurat dibandingkan dengan pembacaan diameter lingkaran
pada metode Brinell. Mesin Vickers dapat digunakan pada logam setebal 0,15
mm.Selain pada skala makro, metode Vickers dapat digunakan pada skala mikro,
dengan pembebanan sangat rendah yaitu 1-1000 gram.
Pengujian metode Vickers akan
memberikan dampak hasil yang berbeda-beda tergantung pada elestisitas material.
Hasil indentasi dari material lunak atau keelastisitasannya tinggi adalah
mengempis. Pada material yang kaku akan berbentuk menggembung.
Gambar 6. Distorsi oleh indentor pyramid intan
karena efek elastisitas; (a)Indentasi sempurna; (b)Indentasi mengempis;
(c)Indentasi menggembung
|
c. Metode Rockwell
Metode ini dikembangkan oleh S.P Rockwell pada tahun 1922. Berbeda dengan
metode Brinell dan Vickers di mana kekerasan suatu bahan dinilai dari
diameter/diagonal jejak yang dihasilkan, maka metode ini merupakan uji
kekerasan dengan pembacaan langsung (direct-reading).
Metode ini banyak digunakan dalam industri karena praktis.
Pengujiannya terdiri dari pemakaian beban minor 10 kg untuk diletakan pada indentor dan kemudian memberikan beban mayor (biasanya 100 kg) untuk menciptakan permanent depression pada jejak yang disebabkan pembebanan minor. Standar pengujian kekerasan dengan metode Rockwell ini terdapat pada ASTM E 18.
Pengujiannya terdiri dari pemakaian beban minor 10 kg untuk diletakan pada indentor dan kemudian memberikan beban mayor (biasanya 100 kg) untuk menciptakan permanent depression pada jejak yang disebabkan pembebanan minor. Standar pengujian kekerasan dengan metode Rockwell ini terdapat pada ASTM E 18.
Metode
Rockwell menggunakan indentor berbentuk
kerucut bersudut 120o dari intan dengan diameter 1/16 inch atau bola
baja berdiameter 1/8 inch. Beban yang digunakan bervariasi 60,100,dan 150.
Jenis indentor dan beban menentukan skala kekerasan yang digunakan.
Gambar 7.Indentor yang digunakan dalam
metode Rockwell
|
Pengujian
metode ini meliputi 2 tahap, yaitu:
Ø
Tahap 1 à pembebanan minor
Pembebanan minor menambah keakuratan pengujian ini.
-
Pembebananminor regular
:10 Kg
-
Pembebananminor superficial : 3 Kg
Ø Tahap 2 àpembebanan mayor
-
Pembebananmayor regular
: 60,100,150 Kg
-
Pembebananmayor superficial : 15,30,45 Kg
Skala-skala metode Rockwell :
Ø
Regular Rockwell
Minor load : 10 Kg
Major load : 60,100,150 Kg
Ø Superficial
Rockwell
Minor load :
3 Kg
Major load :
15, 30, 45 Kg
Skala direpresentasikan dengan 15, 30, 45 dan diikuti dengan huruf N, T ,W
,X atau Y (bergantung pada indentor)
d. Metode Knoop
Metode
ini merupakan salah satu metode micro-hardness, yaitu uji kekerasan untuk benda
uji yang kecil. Nilai kekerasan Knoop adalah pembebanan dibagi dengan luas
penampang yang terdeformasi permanen. Jejak yang dihasilkan sekitar 0.01 mm –
0.1 mm dan beban yang digunakan berkisar antara 5 gr – 5 kg. Permukaan benda
uji harus benar-benar halus.
Gambar 8 Tampak samping dan atas indentor
Knoop
|
Nilai
kekerasan yang diberikan oleh metode Knoop adalah
dimana
P:
beban (kg)
L: panjang diagonal yang panjang (mm)
Ap:
area yang tidak dijejaki oleh indentor
C:
konstanta tiap indentor
Di bawah ini adalah konversi nilai kekerasan
untuk masing-masing metode. Konversi ini memudahkan kita untuk mengukur
kekerasan dengan skala yang berbeda.
Gambar 9 Perbandingan beberapa skala kekerasan
|
Secara Garis besar macam-macam uji kekerasan dapat diringkas dalam gambar 10.
Gambar 10. Macam-macam uji kekerasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar