Selasa, 13 November 2018

Uji kekerasan (Hardness test).


Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang ilmu yang berbeda. Bagi insinyur metalurgi nilai kekerasaan adalah ketahanan material terhadap penetrasi, sementara untuk para imsinyur desain nilai tersebut adalah ukuran dari tegangan alir, untuk insinyur lubrikasi kekerasan berarti ketahanan terhadap mekanisme keausan, untuk insinyur mineralogi niai itu merupakan ketahanan terhadap goresan dan untuk mekanik workshop lebih kepada ketahanan material terhadap pemotongan alat potong. Begitu banyak konsep kekerasan material yang dipahami oleh kelompok ilmu. Walaupun demikian konsep konsep tersebut dapat dihubungkan pada suatu mekanisme yaitu tegangan alir plastis dari material yang diuji

        I.            Dasar Teori
Kekerasan material dapat didefinisikan sebagai ketahanan material terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras. Kekerasan merupakan ketahanan material terhadap deformasi plastis terlokalisir misalnya indentasi kecil atau gores. Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme penggoresan (scratching), pantulan ataupun indentasi dari material keras terhadap permukaan benda uji. Berdasarkan mekanisme penekanan tersebut, dikenal 3 metode uji kekerasan.
1.      Metode Goresan
Metode ini dilakukan dengan mengukur kedalaman atau lebar goresan pada benda uji dengan cara menggoreskan permukaan benda uji dengan material pembanding. Identor yang biasa digunakan adalah jarum yang terbuat dari intan. Namun, metode ini tidak banyak digunakan dalam dunia metalurgi, namun masih dalam dunia mineralogi.
Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohsya itu dengan membagi kekerasan material di dunia ini berdasarkan skala (yang  kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah, hingga nilai 10  sebagai skala kekerasan tertinggi. Dalam skala Mosh urutan nilai kekerasan material di dunia diwakili oleh :
1.     Talc                 6. Orthoclase
2.     Gipsum            7. Quartz        
3.     Calcite             8. Topaz
4.     Fluorite            9. Corundum
5.     Apatite             10. Diamond (intan)
Prinsip pengujiannya adalah bila suatu material mampu digores oleh Corundum (no 9) tetapi tidak mampu digores oleh Topaz (no8) , maka kekerasan material tersebut berada antara 8 dan 9. Kekurangan utama metode ini adalah ketidakakuratan nilai kekerasan suatu material. Bila kekerasan mineral-mineral diuji dengan metode lain, ditemukan bahwa nilai-nilainya berkisar antara 1 – 9 saja. Sedangkan nilai 9 – 10 memiliki interval yang besar (jarang ditemukan).
21.  Metode Pantulan
Dengan  metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat Scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan (rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai semakin tinggi.
Mesin pengujian kekerasan dinamik :
                      Shore Scleroscope ( ASTM E 448 )
Mengukurpantulandari ”small pointed device ” dariketinggian 254mm
                      Schmidt Hammer
Mengukurpantulandari “spring loaded hammer”. Pengujian ini berhubungan dengan kekuatan tekan beton



Gambar 1Scleroscope dan bagian-bagiannya
32.  Metode Indentasi
Pada metode ini, pengujian kekerasan dilakukan dengan menekankan indentor berbentuk bola, piramid, atau kerucut pada permukaan logam selama beberapa detik dan mengukur jejak yang dihasilkan pada permukaan logam untuk menghitung nilai kekerasannya. Kekerasan yang dihasilkan tergantung jenis indentor dan jenis pengujian. Semakin lunak material, maka semakin besar dan dalam  indentasinya. Berdasarkan prinsip kerjanya metode uji kekerasan dengan cara indentasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.      Metode Brinnell
Metode ini diperkenalkan oleh J.A. Brinell pada tahun 1900. Pengujian kekerasan ini dilakukan dengan menggunakan bola baja yang diperkeras (hardened steel ball) dengan beban dan waktu indentasi tertentu. Hasil penekanan berupa jejak yang berbentuk setengah bola dengan permukaan lingkaran bulat, yang harus dihitung diameternya dengan mikroskop khusus pengukur jejak.
Agar memiliki keakuratan yang baik dengan metode ini, maka:
Ø  spesimen uji harus rata,
Ø  spesimen uji tidak boleh terlalu tipis,
Ø  indentasi tidak dilakukan pada tepi/pinggir benda uji,
Ø  jarak antara indentasi satu dengan lainnya ialah tiga kali diameter indentasi.

Standar pengujian kekerasan dengan metode Brinell terdapat dalam  ASTM E 10. Adapun nilai kekerasan yang diperoleh dengn metode ini diberikan oleh rumus :

di mana:
 P =  beban (kg)
                        D =  diameter indentor (mm)   
d  = diameter jejak (mm)





Gambar 2 Skematis prinsip indentasi dengan metode Brinell
Prosedur standar pengujiannya yaitu dengan menggunakan indentor berbentuk bola dengan diameter D = 10 mm terbuat dari baja atau karbida tungsten. Beban yang diaplikasikan dapat dipilih sebesar 500, 1500, atau 3000 kg tergantung dari jenis bahan yang akan diuji. Beban 3000 kg untuk pengujian logam-logam ferrous, dan 500 kg untuk logam-logam non ferrous. Untuk logam-logam ferrous, waktu indentasi biasanya sekitar 10 detik, sementara untuk logam-logam non ferrous sekitar 30 detik. Walau demikian pengaturan beban dan waktu indentasi untuk setiap material dapat pula ditentukan oleh karakteristik alat penguji.



Gambar 3 Skematis Pengujian Brinell


Nilai kekerasan suatu material yang  dinotasikan dengan ”HB” tanpa tambahan angka di belakangnya menyatakan kondisi pengujian standar dengan indentor bola baja 10 mm, beban 3000 kg selama waktu 1-15 detik. Untuk kondisi lain, nilai kekerasan HB diikuti angka-angka yang menyatakan kondisi pengujian. Contoh: 75 HB 10/500/30 menyatakan nilai kekerasan Brinnell sebesar 75 dihasilkan oleh suatu pengujian dengan indentor 10 mm, pembebanan 500 kg selama 30 detik.


Gambar 4. Contoh hasil indentasi Brinell berupa jejak lingkaran dalam skala mm

b.     
Metode Vickers
Metode ini menggunakan indentor intan berbentuk piramida dengan sudut 136o seperti pada gambar 2.6. Pada umumnya, prinsip pengujiannya sama dengan metode Brinell, meskipun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala mikroskop pengukur jejak. Nilai kekerasan material diberikan oleh :

dimana :
d = panjang diagonal rata-rata jejak berbentuk bujur sangkar (mm).
P = beban (kg/mm2)




Gambar 5. Skematis prinsip indentor dengan metode Vickers
Standar pengujian kekerasan dengan metode Vickers diatur dalam ASTM E92.

Penggunaan indentor intan berbentuk piramid pada Metode Vickers sangat menguntungkan karena dapat digunakan untuk memeriksa bahan-bahan dengan kekerasan tinggi. Di samping itu, bentuk dan geometri jejak yang dihasilkan tidak banyak terpengaruh oleh besarnya beban yang diberikan sehingga besarnya beban tidak perlu dikontrol terlalu ketat seperti halnya pada metode Brinell. Keuntungan lain dari metode Vickers dibanding dengan metode Brinell ialah memiliki pembacaan pada mesin yang lebih akurat dibandingkan dengan pembacaan diameter lingkaran pada metode Brinell. Mesin Vickers dapat digunakan pada logam setebal 0,15 mm.Selain pada skala makro, metode Vickers dapat digunakan pada skala mikro, dengan pembebanan sangat rendah yaitu 1-1000 gram.
Pengujian metode Vickers akan memberikan dampak hasil yang berbeda-beda tergantung pada elestisitas material. Hasil indentasi dari material lunak atau keelastisitasannya tinggi adalah mengempis. Pada material yang kaku akan berbentuk menggembung.



Gambar 6. Distorsi oleh indentor pyramid intan karena efek elastisitas; (a)Indentasi sempurna; (b)Indentasi mengempis; (c)Indentasi menggembung


c.      
Metode Rockwell
Metode ini dikembangkan oleh S.P Rockwell pada tahun 1922. Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers di mana kekerasan suatu bahan dinilai dari diameter/diagonal jejak yang dihasilkan, maka metode ini merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (direct-reading). Metode ini banyak digunakan dalam industri karena praktis.
Pengujiannya terdiri dari pemakaian beban minor 10 kg untuk diletakan pada indentor dan kemudian memberikan beban mayor (biasanya 100 kg) untuk menciptakan permanent depression pada jejak yang disebabkan pembebanan minor. Standar pengujian kekerasan dengan metode Rockwell ini terdapat pada ASTM  E 18.
Metode Rockwell  menggunakan indentor berbentuk kerucut bersudut 120o dari intan dengan diameter 1/16 inch atau bola baja berdiameter 1/8 inch. Beban yang digunakan bervariasi 60,100,dan 150. Jenis indentor dan beban menentukan skala kekerasan yang digunakan.


Gambar 7.Indentor yang digunakan dalam metode Rockwell

Pengujian metode ini meliputi 2 tahap, yaitu:
Ø  Tahap 1 à pembebanan minor
Pembebanan minor menambah keakuratan pengujian ini.
-          Pembebananminor regular    :10 Kg
-          Pembebananminor superficial : 3 Kg
Ø  Tahap 2 àpembebanan mayor
-          Pembebananmayor regular     : 60,100,150 Kg
-          Pembebananmayor superficial : 15,30,45 Kg

Skala-skala metode Rockwell :
Ø  Regular Rockwell
Minor load : 10 Kg          
Major load : 60,100,150 Kg
Skala direpresentasikan dengan huruf alphabetic.
Ø  Superficial Rockwell
Minor load : 3 Kg
Major load : 15, 30, 45 Kg
               Skala direpresentasikan dengan 15, 30, 45 dan diikuti dengan huruf N, T ,W ,X atau Y (bergantung pada indentor)


d.      Metode Knoop
Metode ini merupakan salah satu metode micro-hardness, yaitu uji kekerasan untuk benda uji yang kecil. Nilai kekerasan Knoop adalah pembebanan dibagi dengan luas penampang yang terdeformasi permanen. Jejak yang dihasilkan sekitar 0.01 mm – 0.1 mm dan beban yang digunakan berkisar antara 5 gr – 5 kg. Permukaan benda uji harus benar-benar halus.


Gambar 8 Tampak samping dan atas indentor Knoop


                        Nilai kekerasan yang diberikan oleh metode Knoop adalah
                                    dimana
P: beban (kg)
L:  panjang diagonal yang panjang (mm)
Ap: area yang tidak dijejaki oleh indentor
C: konstanta tiap indentor
Di bawah ini adalah konversi nilai kekerasan untuk masing-masing metode. Konversi ini memudahkan kita untuk mengukur kekerasan dengan skala yang berbeda.









Gambar 9 Perbandingan beberapa skala kekerasan
 
Secara Garis besar macam-macam uji kekerasan dapat diringkas  dalam gambar 10.

Gambar 10. Macam-macam uji kekerasan













Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Material Tahan Panas (Heat Resistant Material)

Material tahan panas adalah material yang mampu mempertahankan sifat-sifatnya atau tidak mengalami penurunan kualitas pada suhu yang tinggi...