PERBEDAAN MEKANISME
PERPATAHAN TRANSGRANULAR DAN PERPATAHAN INTERGRANULAR PADA PERPATAHAN ULET
A. PERPATAHAN ULET
Perpatahan ulet merupakan perpatahan yang terjadi akibat pembebanan yang
berlebih dimana sebelumnya terjadi penyerapan energi dan deformasi plastis.
Perpatahan ini biasa terjadi pada energi pembebanan yang tinggi. Perpatahan
ulet memberikan karakteristk berserabut (fibrous) dan gelap (dull).
Perpatahan ulet umumnya lebih disukai karena bahan ulet umumnya lebih
tangguh dan memberikan peringatan lebih dahulu sebelum terjadinya
kerusakan. Pada perpatahan ulet komposisi material juga
mempengaruhi, jadi bukan karena pengaruh beban saja. Perpatahan ulet biasanya
terjadi pada material berstruktur bainit yang merupakan baja dengan kandungan
karbon rendah. Pada perpatahan ulet terdapat gabungan rongga mikro
material.
Gambar 1 . Tahapan terjadinya perpatahan ulet pada sampel uji tarik: (a)
Penyempitan awal; (b) Pembentukan rongga rongga kecil (cavity); (c)
Penyatuan rongga-rongga membentuk suatu retakan; (d) Perambatan retak; (e)
Perpatahan geser akhir pada sudut 45°.
B. PERPATAHAN
INTERANGULAR DAN TRANSGRANULAR
Patahan Intergranular
Perpatahan ini kerap kali dianggap sebagai kelompok
perpatahan khusus. Pada berbagai paduan didapatkan kesimpulan yang sangat peka
antara tegangan yang diperlukan untuk perambatan retak pembelahan dan tegangan
yang diperlukan untuk perpatahan rapuh sepanjang batas butir.Yang paling mudah
dikenali dari patahan ini adalah jejak petahan melalui batas butir dari sampel yang
gagal. Patahan memiliki permukaan tiga dimensi yang bentuk butir awalnya dapat
dibedakan dengan jelas.
Patahan Transgranular
Perpatahan transkristalin dapat dikelompokkan
atas perpatahan ulet, mikro dan rapuh.Pada pematahan ulet terjadi deformasi plastis
dan pematahan terjadi akibat pertumbuhan rongga internal yang bargabung menjadi
satu sehingga terjadi pemisahan sempurna. Permukaan perpatahan mempunyai
penampilan berserat dan sering kali terjadi bibir geser. Kepatahan ulet semacam
ini meliputi pertumbuhan letak perlahan-lahan dan penampang pematahan berkurang
karena penguletan setempat diiringi instrabilitas.Pada patahan transgranular
patahan merambat melalui butir. Selain itu ciri permukaan yang tampak cenderung
planar atau konkoidal dan hanya merupakan ciri proses patahan tanpa indikasi
yang jelas mengenai struktur dasar butir
Gambar 2 : (a) perpatahan transgranular (atas), (b) perpatahan integranular.
Gambar 3 : (a)
perpatahan transgranular, (b) perpatahan integranular.
Fenomena perpatahan transgranuar dan intergranular ini berkaitan
dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperature yang berbeda dimana pada
temperature kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan
selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperature dinaikkan. Dengan semakin
tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi menjadi relative sulit sehingga
dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada
temperature di bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga
pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi relative lebih mudah
dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif rendah.
Dilihat dari
uji tariknya, pada saat sample di tarik, dislokasi dislokasi semakin bergerak,
menyebabkan banyaknya vacancy yang muncul dan
menyebabkan atom-atom bergerak untuk mengisi vacancy tersebut. Pada perpatahan
transgranular dislokasi akan menjalar membelah batas butir, sehingga permukaan
patahan menjadi bergelombang seperti bentuk batas butirnya. Sedangkan
perpatahan intergranular dislokasi membutuhkan energi yang sangat besar untuk masuk
ke buti dan membelah butir. Sehingga permukaan patahan akan lebih fine(lebih
halus) dari pada patah transgranular.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar