Jumat, 23 November 2018

Pengujian Impact


Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan, melainkan datang secara tiba-tiba. Contoh deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya tumbukan kecelakaan.

        I.    
            Prinsip dasar dari pengujian impak adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk beban uji,sehingga beban uji mengalami deformasi maksimum hingga mengakibatkan perpatahan.



Gambar 1 Ilustrasi skematis pengujian impak dengan benda uji Charpy

Energi yang diserap oleh benda uji pada pengujian impak dinyatakan dalam satuan Joule dan langsung dibaca pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak suatu bahan yang diuji dengan metode Charpy diberikan oleh 

dimana:          
E: energi yang diserap (joule)
A: luas area penampang dibawah takik (mm2)
sedangkan

dimana
P: beban yang diberikan (joule)
H0: ketinggian awal bandul (mm)
H1: ketinggian akhir setelah terjadi perpatahan benda uji (mm)
Metode Pengujian:
Berdasarkan benda uji impak, pengujian dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
A. Metode Charpy
Batang uji Charpy sebagaimana telah ditunjukkan pada Gambar 3.1 banyak digunakan di Amerika Serikat. Sampel uji memiliki dimensi ukuran yaitu 10 x 10 x 55 mm (tinggi x lebar x panjang). Posisi takik berada di tengah, kedalaman takik 2mm dari permukaan benda uji dan sudut takik 45o. Bentuk takik berupa U, V, key hole (seperti lubang kunci).

           Gambar 2 Bentuk dan ukuran sampel metode Charpy

Gambar

Gambar 3. Ilustrasi pembebanan pada metode Charpy

Serangkaian uji Charpy pada satu material umumnya dilakukan pada berbagai temperatur sebagai upaya untuk mengetahui temperatur transisi. Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan (fracografi) yang terjadi. Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Perpatahanberserat (fibrous fracture)
Melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam material atau logam yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan yang berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan buram. Perpatahan dimple ditandai oleh adanya cekungan-cekungan yang berbentuk sama sumbu, parabola atauelips, tergantung pada keadaan beban.
2. Perpatahan granular/kristalin
Dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari material atau logam yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan yang datar. Selain itu, faset datar menampilkan “cirisungai” (river marking).Ciri sungai disebabkan oleh perambatan retak melalui Kristal sepanjang sejumlah bidang sejajar membentuk lembah dan tepi tajam sehingga memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilap).
3. Perpatahancampuran
Merupakankombinasikeduajenisperpatahan di atas
Gambar 4. Ilustrasi permukaan patahan (fractografi) benda uji impact

Dengan adanya pengaruh kecepatan, maka bentuk suatu benda mempengaruhi kemampuannya dalam menahan beban impak. Pada temparatur ruang, sebuah batang logam ulet tidak akan mengalami perpatahan di bawah pembebanan impak. Untuk itu, spesimen tersebut harus diberi notch (takik). Penggunaan notch tersebut menyebabkan besarnya konsentrasi tegangan yang terlokalisasi, yang membuat energi perpatahan paling banyak diserap pada bagian yang terlokalisasi tersebut,  dan cenderung menyebabkan tipe perpatahan getas. Kecenderungan material ulet untuk berlaku seperti material getas ketika rusak pada benda yang terdapat takik di dalamnya sering disebut notch sensitivity.
B. Metode izod
Metode Izod lazim digunakan di Inggris dan Eropa. Sampel uji memiliki dimensi ukuran yaitu 10 x 10 x 75 mm (tinggi x lebar x panjang). Posisi takik berada pada jarak 28 mm dari ujung benda uji, kedalaman takik 2 mm dari permukaan benda uji dan sudut takik 45o. Bentuk takik berupa 

Gambar 5. Bentuk dan ukuran benda uji Izod
Benda diletakkan pada tumpuan dengan posisi vertikal dan dijepit. Sampel yang dijepit menyebabkan pengujian berlangsung lama, sehingga tidak cocok untuk digunakan pada pengujian dengan temperatur bervariasi. Sedangkan ayunan bandul dari arah depan takik dengan pembebanan dilakukan dari arah muka takik.


Gambar 6. Ilustrasi pembebanan impak metode Izod

Gambar 7. Bentuk dan dimensi benda uji impak berdasarkan ASTM E23-56T

Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah temperatur transisi bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Faktor yang mempengaruhi temperatur transisi 

adalah struktur kristal, ukuran butir, atom interstisi, heat treatment, specimen orientation dan ketebalan spesimen.
Pada pengujian dengan temperature yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada temperature tinggi material akan bersifat ulet sedangkan pada temperature rendah material akan bersifat rapuh atau getas. Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperature yang berbeda dimana pada temperature kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperature dinaikkan.
Vibrasi atom ini berperan sebagai suatu penghalang terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi menjadi relative sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperature di bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi relative lebih mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif rendah.
Informasi mengenai temperature transisi menjadi demikian penting bila suatu material akan didesain untuk aplikasi yang melibatkan rentang temperature yang besar, misalnya dari temperature di bawah nol derajat Celcius hingga temperature tinggi di atas 100 derajat Celcius. Hampir semua logam berkekuatan rendah dengan struktur kristal FCC seperti tembaga dan aluminium bersifat ulet pada semua temperature sementara bahan dengan kekuatan luluh yang tinggi bersifat rapuh. Bahan keramik, polimer dan logam-logam BCC dengan kekuatan luluh yang rendah dan sedang memiliki transisi rapuh-ulet bila temperature dinaikkan. Hampir semua baja karbon yang dipakai pada jembatan, kapal, jaringan pipa dan sebagainya bersifat rapuh pada temperature rendah



Rabu, 21 November 2018

PERBEDAAN MEKANISME PERPATAHAN TRANSGRANULAR DAN PERPATAHAN INTERGRANULAR PADA PERPATAHAN ULET


PERBEDAAN MEKANISME PERPATAHAN TRANSGRANULAR DAN PERPATAHAN INTERGRANULAR PADA PERPATAHAN ULET

A. PERPATAHAN ULET

Perpatahan ulet merupakan perpatahan yang terjadi akibat pembebanan yang berlebih dimana sebelumnya terjadi penyerapan energi dan deformasi plastis. Perpatahan ini biasa terjadi pada energi pembebanan yang tinggi. Perpatahan ulet memberikan karakteristk berserabut (fibrous) dan gelap (dull).  Perpatahan ulet umumnya lebih disukai karena bahan ulet umumnya lebih tangguh dan memberikan peringatan lebih dahulu sebelum terjadinya kerusakan. Pada perpatahan ulet  komposisi material juga mempengaruhi, jadi bukan karena pengaruh beban saja. Perpatahan ulet biasanya terjadi pada material berstruktur bainit yang merupakan baja dengan kandungan karbon rendah.  Pada perpatahan ulet terdapat gabungan rongga mikro material. 


Gambar 1 . Tahapan terjadinya perpatahan ulet pada sampel uji tarik: (a) Penyempitan awal; (b) Pembentukan rongga rongga kecil (cavity); (c) Penyatuan rongga-rongga membentuk suatu retakan; (d) Perambatan retak; (e) Perpatahan geser akhir pada sudut 45°.
B. PERPATAHAN INTERANGULAR DAN TRANSGRANULAR
        Patahan Intergranular
Perpatahan ini kerap kali dianggap sebagai kelompok perpatahan khusus. Pada berbagai paduan didapatkan kesimpulan yang sangat peka antara tegangan yang diperlukan untuk perambatan retak pembelahan dan tegangan yang diperlukan untuk perpatahan rapuh sepanjang batas butir.Yang paling mudah dikenali dari patahan ini adalah jejak petahan melalui batas butir dari sampel yang gagal. Patahan memiliki permukaan tiga dimensi yang bentuk butir awalnya dapat dibedakan dengan jelas.
Patahan Transgranular
Perpatahan transkristalin dapat dikelompokkan atas perpatahan ulet, mikro dan rapuh.Pada pematahan ulet terjadi deformasi plastis dan pematahan terjadi akibat pertumbuhan rongga internal yang bargabung menjadi satu sehingga terjadi pemisahan sempurna. Permukaan perpatahan mempunyai penampilan berserat dan sering kali terjadi bibir geser. Kepatahan ulet semacam ini meliputi pertumbuhan letak perlahan-lahan dan penampang pematahan berkurang karena penguletan setempat diiringi instrabilitas.Pada patahan transgranular patahan merambat melalui butir. Selain itu ciri permukaan yang tampak cenderung planar atau konkoidal dan hanya merupakan ciri proses patahan tanpa indikasi yang jelas mengenai struktur dasar butir


Gambar 2 : (a) perpatahan transgranular (atas), (b) perpatahan integranular.




 Gambar 3 : (a) perpatahan transgranular, (b) perpatahan integranular.

Fenomena perpatahan transgranuar dan intergranular ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperature yang berbeda dimana pada temperature kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperature dinaikkan. Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi menjadi relative sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperature di bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi relative lebih mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif rendah.
                Dilihat dari uji tariknya, pada saat sample di tarik, dislokasi dislokasi semakin bergerak, menyebabkan banyaknya vacancy yang muncul dan  menyebabkan atom-atom bergerak untuk mengisi vacancy tersebut. Pada perpatahan transgranular dislokasi akan menjalar membelah batas butir, sehingga permukaan patahan menjadi bergelombang seperti bentuk batas butirnya. Sedangkan perpatahan intergranular dislokasi membutuhkan energi yang sangat besar untuk masuk ke buti dan membelah butir. Sehingga permukaan patahan akan lebih fine(lebih halus) dari pada patah transgranular. 



Sabtu, 17 November 2018

Welding Inspector

Sebelum membahas mengenai apa itu welding inspector dan tugasnya apa ? welding inspector berasal dari bahasa inggris welding = las dan inspector = pengecekan, jadi welding inspector adalah orang yang bertugas mengecek kualitas weldingan / las yang dikerjakan oleh welder, jadi bukan sebagai tukang lasnya lebih tepatnya sebagai pengeceknya

Syarat Menjadi Seorang Welding Inspector

Sebagai Welding Inspetor tugas yang harus dikuasai ialah sebagai berikut :

  • Material;Sebagai welding inspector hal yang harus dipahami ialah pemahaman mengenai material. pemilihan material dan bahan material yang sesuai dengan standar yang ditentukan, atau sesuai dengan permintaan dari client, dikarenakan pengelasan ialah menyambungkan dua material.

  • Consumable; sebelum dilakukan pengelasan welding inspector harus dapat menentukan consumable / elektroda / kawat las yang akan digunakan untuk proses pengelasan agar hasil kualitas pengelasan sesuai dengan standard yang di acu dan produk yang akan dibuat.

  • Welding Process;adalah proses pengelasanya contohnya menggunakan GTAW atau SMAW atau bisa juga SAW yang tentunya ini ditentukan oleh seorang welding inspector, seorang welding inspector harus mampu memilih proses yang tepat untuk digunakan dalam proses pengelasan. Karena kesalahan proses yang digunakan akan bisa berakibat fatal terhadap kualitas lasan dan produk yang akan dibuat.

  • Heat treatment;adalah suatu proses pemanasan suatu material sebelum atau sesudah dilakukan pengelasan ini betujuan untuk mengurangi tingkat stress suatu material, didalam pengelasan dikenal 2 (dua) proses yaitu preheat dan post weld heat treatment (PWHT). Pre heat ialah proses pemanasan material sebelum dilakukan pengelasan sedangkan PWHT adalah proses pemanasan material setelah dilakukan pengelasan, tingginya temperature panas yang dipelukan harus sesuai dengan bahan material dan lasan dengan standard yang diacu

  • Inspection;adalah proses pemeriksaan hasil lasan baik secara merusak (Destructive Test/DT) atau tidak merusak (Non Destructive Test/NDT). Seorang WI harus memahami dan ampu memilih jenis pemeriksaan yang tepat, item yang di-inspect apa saa, prosedur inspeksinya harus bagaimana, acceptance kriterianya seperti apa.

  • Drawing;disini bukan masalah kemampuan bagaimana membuat gambarnya tetapi adalah kemampuan untuk membaca gambar kerja khususnya terkait dengan pengelasan. Seorang WI harus mampu membaca gambar, sehingga dapat mengetahui bentuk produk yang akan dibuat, seberapa besar dimensinya, dan kriteria-kriteria lainnya.

  • Reporting;atau pelaporan merupakan aktivitas tuliskan apa yang dilakukan dan lakukan apa yang sudah ditulis. Aktivitas reporting ini mengandalkan keuletan atau kerajinan seorang WI, karena laporan ini merupakan evidence atau bukti mengenai progress pekerjaan.
  • Communication skill;kemampuan berkomunikasi adalah hal yang sangat penting agar informasi yang disampaikan sesuai dengan yang diharapkan. Selain kemampuan bahasa juga masalah seni dalam berkomunikasi

  • Umunya para WI yang baru mempunyai mind set bahwa kalau tugas WI selalu yang di perhatikan adalah defect. Jadi bagaimana menumukan defect adalah lebih penting dari pada yang lain. Ini adalah mind set yang salah ….Sebagai seorang QC atau WI mempunyai tugas yang lebih dari sekadar bisa menemukan defect dan memberikan markingan di benda itu repair atu t/up dsb.
  • Banyak diantara mereka kurang memahami gambar, safety dalam bekerja, member yang harus terpasang ,procedure kerja. punch list..calibrasi dll. Banyak para WI pergi ke lapangan tidak membawa gambar, tidak bawa buku catatan, tidak bawa pena, dll. Sehingga apa yang di temukan di lapangan hanya sekadar tahu dan bukan menjadi suatu catatan penting buat mereka. Budaya kerja seperti ini tidak bisa diterima. Seorang WI yang antusias dan berprestasi adalah mereka yang melengkapi diri mereka dengan attrribut kerja yang mememadai, semangat dalam bekerja, mengerti apa yang akan di produksi, tahu apa barang yang akan dipasang pada struktur tsb, mengerti membaca gambar, dll.
    Dengan terus bekerja , balajar dari pengalaman, sistematis kerja yang teratur akan menghasilkan WI yang terus berimprovement dan pada akhirnya mereka akanmenjadi professional yang pantas untuk di perhitungkan

Jumat, 16 November 2018

PENGUJIAN KEAUSAN



PENGUJIAN KEAUSAN
Keausan umumnya didefinisikan sebagai kehilangan material secara progresif atau pemindahan sejumlah material dari suatu permukaan sebagai suatu hasil pergerakan relatif antara permukaan tersebut dan permukaan lainnya. Keausan telah menjadi perhatian praktisi sejak lama, tetapi hingga beberapa saat lamanya masih belum mendapatkan penjelasan ilmiah yang besar sebagaimana halnya pada mekanisme kerusakan akibat pembebanan tarik, impak, puntir ataupun fatik. Hal ini disebabkan masih lebih mudah untuk mengganti komponen atau part suatu sistem dibandingkan melakukan disain komponen dengan ketahanan atau umur pakai (life) yang lama. Saat ini, prinsip penggantian dengan mudah seperti itu tidak dapat diberlakukan lebih lanjut karena pertimbangan biaya (cost).

            Pembahasan mekanisme keausan pada material berhubungan erat dengan gesekan (friction) dan pelumasan (lubrication). Telaah mengenai ketiga subyek ini dikenal dengan nama ilmu Tribologi. Keausan bukan merupakan sifat dasar material, melainkan respon material terhadap sistem luar (kontak permukaan). Material apapun dapat mengalami keausan disebabkan mekanisme yang beragam
Akibat dari keausan pada suatu produk :
ü  Rendahnya operating efficiency
ü  Meningkatnya power losses
ü  Meningkatnya oil consumption
ü  Meningkatnya component replacement rates

        I.            Dasar Teori
Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan teknik, yang semuanya bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual. Salah satunya adalah dengan metode Ogoshi dimana benda uji memperoleh beban gesek dari cincin yang berputar (Revolving disc). Pembebanan gesek ini akan menghasilkan kontak antar permukaan yang berulang-ulang yang pada akhirnya akan mengambil sebagian material pada permukaan benda uji. Besarnya jejak permukaan dari material tergesek itulah yang dijadikan dasar penentuan tingkat keausan pada material. Semakin besar dan dalam jejak keausan maka semakin tinggi volume material yang terlepas dari benda uji.
Skema pengujian keausan dengan metode Ogoshi ialah sebagai berikut :

Gambar 1 Pengujian keausan dengan metode Ogoshi
B: tebal revolving disc (mm)
r: jari-jari disc (mm)
b: lebar celah material yang terabrasi (mm)

Dari sini kita bisa mendapatkan besar volume material yang terabrasi (W) yang diberikan oleh:
Laju keausan (V) dapat ditentukan sebagai perbandingan volume terabrasi (W) dengan jarak luncur x (setting pada mesin uji):
Material jenis apapun akan mengalami keausan dengan mekanisme yang beragam, antara lain keausan adhesive, keausan abrasive, keausan fatik, keausan oksidasi dan keausan erosi.
A.     Keausan adhesive
Gambar 2. Ilustrasi skematis keausan abrasive

Keausan ini terjadi bila kontak permukaan antara dua material atau lebih mengakibatkan adanya perlekatan satu sama lain dan pada akhirnya terjadi pelepasan atau pengoyakan salah satu material.
Faktor yang menyebabkan keausan adhesive:
·         Kecenderungan dari material yang berbeda untuk membentuk larutan padat atau senyawa intermetalik
·         Kebersihan permukaan
Jumlah wear debris akibat terjadinya aus melalui mekanisme adhesive ini dapat dikurangi dengan cara ,antara lain :
·         Menggunakan material keras.
·         Material dengan jenis yang berbeda, misal berbeda struktur kristalnya.

B.     Keausan abrasive
            Terjadi bila suatu partikel keras (asperity) dari material tertentu meluncur pada permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau pemotongan material yang lebih lunak.

Gambar 4.4 Ilustrasi skematis keausan abrasive

Tingkat keausanpadamekanisme ini ditentukan oleh derajat kebebasan (degree of freedom) partikel keras atau asperity tersebut. Sebagai contoh partikel pasir silica akan menghasilkan keausan yang lebih tinggi ketika diikat pada suatu permukaan seperti pada kertas amplas, dibandingkan bila pertikel tersebut berada di dalam sistem slury. Pada kasus pertama, partikel tersebut kemungkinan akan tertarik sepanjang permukaan dan mengakibatkan pengoyakan .Sementara pada kasus sistem slury, partikel tersebut mungkin hanya berputar (rolling) tanpa efek abrasi.

C.     Keausan fatik
            Keausan fatik atau keausan lelah merupakan mekanisme yang relatif berbeda dibandingkan dua mekanisme sebelumnya, keausan abrasive dan keausan adhesive, yaitu dalam hal interaksi permukaan. Baik keausan adhesive maupun abrasif melibatkan hanya satu interaksi sementara pada keausan lelah dibutuhkan interaksi multi.
            Keausan fatik terjadi akibat interaksi permukaan dimana permukaan yang mengalami beban berulang-ulang akan mengarah pada pembentukan retak mikro. Gambar 4.5 memberikan skematis mekanisme keausan lelah. Permukaan yang mengalami beban berulang akan mengarah pada pembentukan retak-retak mikro (t1). Retak-retak tersebut pada akhirnya menyatu (t2) dan menghasilkan pengelupasan material ((t3). Tingkat keausan sangat tergantung pada tingkat pembebanan.

Gambar 5 Mekanisme keausan fatik

A.     Keausan oksidasi
            Mekanisme keausan dimulai dengan adanya perubahan kimiawi material di bagian permukaan oleh faktor lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini akan menghasilkan pembentukan lapisan pada permukaan dengan sifat yang berbeda dengan material induk. Sebagai konsekuensinya, material pada lapisan permukaan akan mengalami keausan yang berbeda. Hal ini selanjutnya mengarah kepada perpatahan interface antara lapisan permukaan dan material induk dan akhirnya seluruh lapisan permukaan itu akan tercabut.


Gambar 6 Ilustrasi skematis keausan oksidasi

E.     Keausan Erosi

Proses erosi disebabkan oleh gas atau cairan yang dapat membawa partikel padatan (solid particles) yang mengenai (membentur) permukaan material. Jika sudut benturannya kecil, keausan yang dihasilkan analog dengan abrasive. Jika sudut benturannya membentuk sudut gaya normal (900), maka keausan yang terjadi mengakibatkan brittle failure pada permukaanya.

Gambar 7 Skematis keausan erosi
Untuk memilih material yang tahan aus, sangat penting untuk mengetahui karakteristik keausan suatu material. Faktor utama yang mempengaruhi karakteristik keausan pada material dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1.   Variabel Metalurgi seperti : kekerasan (hardness), ketangguhan (toughness), komposisi kimia dan struktur mikro.
2.  Variabel di lapangan (Service) yang meliputi kontak material, tekaan, kecepatan gesek (sliding), temperatur, kehalusan permukaan , pelumasan, dan lingkungan korosi.

Kamis, 15 November 2018

Continuous Cooling Transformation (CCT) Diagrams


Continuous Cooling Transformation (CCT) Diagrams

The application of isothermal transformation methods, such as austempering and martempering, in the steel processing industry is somewhat limited. Most of steel heat treatments involve austenitizing the material at an appropriate temperature, followed by continuous cooling to room temperature or the desired temperature. Thus, the transformation of austentite does not occur isothermally, as assumed in the TTT diagram, but over a certain period during which the temperature drops from, say, T1 to T2. The average temperature of the transformation (T1 + T2)/2 is therefore lower during continuous cooling than during isothermal cooling. As a result, the transformation of austenite will be somewhat delayed. This will cause the TTT curve to be shifted toward lower temperatures and longer transformation times during continuous cooling as compared to isothermal cooling. This type of transformation behaviour is best described by the use of continuous cooling transformation (CCT) diagrams.

Simply stated, a CCT diagram a TTT diagram shifted to lower temperatures and longer transformation times. Below are CCT diagrams for an eutectoid steel (AISI-SAE 1080 steel). Different steels have their own CCT diagrams. Note that whereas the TTT diagram is interpreted by reading from left to right at a constant temperature, the CCT diagram is read along the cooling curves from the top left to bottom right.


Fig: CCT diagram for a SAE1080 steel (solid lines) compared with the TTT diagram (dashed lines).



Fig; CCT Diagrams for Hypoeutectoid Steels with carbon content of c = 45 %



Fig; CCT Diagrams for Hypereutectoid Steels with carbon content of c = 1 %



STRUKTUR KRISTAL

struktur Kristal struktur kristal logam struktur kristal pdf struktur kristal hcp struktur kristal adalah
STRUKTUR KRISTAL

2.1. Struktur Atom
            Struktur kristal terdiri dari susunan atom-atom yang teratur, dan atom sendíri terdiri dari  inti (terdiri dari sejumlah proton dan neutron) yang dikelilingi oleh sejumlah elektron. Elektron-elektron ini menempati kulit tertentu. Suatu atom dapat mempunyai satu atau lebih kulit. Setiap kulit dapat ditempati oleh elektron sebanyak 2n2 dimana n adalah nomor kulit (dihitung mulai dari yang terdalam sebagai kulit nomor 1).
            Jumlah elektron pada kulit terluar banyak menentukan sifat dari unsur tsb. Atom yang memiliki jumlah elektron yang sama pada kulit terluar, yaitu unsur pada group yang sama akan memiliki sifat yang hampir sama. Semua gas mulia memiliki delapan elektron pada kulit terluar, kecuali helium yang hanya memiliki satu kulit dan jumlah elektron pada kulit itu adalah dua, semuanya adalah unsur yang stabil, tidak bereaksi dengan unsur lain.
            Atom-atom dapat membuat ikatan dengan atom yang sejenis atau atom lain membentuk molekul dari suatu zat atau senyawa. Dalam beberapa hal atom-atom juga dapat menjalin ikatan dengan atom sejenis atau atom lain tanpa membentuk molekul, seperti halnya pada logam.

2.2. Ikatan atom
Ada liga jenis ikatan atom yang utama, yaitu :
-          Ikatan ionik
-          Ikatan kovalen atau homopolar
-          Ikatan logam

2.2.1. Ikatan ionik
            Atom akan paling stabil jika atom itu mempunyai konligurasi elektron seperti konfigurasi elektron pada gas mulia. yaitu terdapat delapan elektron pada kulit terluar (dua elektron bila atom memíliki hanya satu kulit). Bila suatu atom hanya memiliki satu elektron pada kulit terluar, maka ia cenderung untuk melepas elektron tersebut. dan kulit yang lebih ke dalam. yang biasanya sudah terin panuh, akan menjadi kulit terluar, ini menyebabkannya menjadi lebih stabil. Tetapi hal ini juga mengakibatkan atom itu kelebihan proton (yang bermuatan positip), sehingga atom itu akan bermuatan positip, dikatakan atom itu berubah menjadi ion positip.
            Sebaliknya bila sualu atom lain yang memiliki tujuh elektron pada kulit terluarnya, ia cenderung akan menerima satu elektron lagi dari luar. Dan bila hal ini terjadi maka atom itu akan menjadi bermuatan negatip (karena kelebihan elektron), ia akan menjadi ion negatip. Dan bila kedua ion ini berdekatan akan terjadi tarik menarik karena kedua ion itu memiliki muatan listrik yang berlawanan. Kedua atom itu akan terikat satu sama lain dengan gaya tarik menarik itu, ikatan ini dinamakan ikatan ionik (ionic bonding).
            Sebagai contoh, atom Na (dengan satu elektron pada kulit terluar) yang berada dekat atom Cl (dengan tujuh elektron pada kulit terluar) Dalam keadaan ini akan terjadi perpindahan satu elektron dari atom Na ke atom Cl. Kedua atom itu akan menjadi ion. atom Na menjadi ion Na+, atom Cl menjadi ion Cl-, karena muatannya  berlawanan akan terjadi tarik menarik, menjadi suatu ikatan ionik, (Gambar 2.1), dikenal sebagai senyawa garam, yang silatnya berbeda dari kedua atom pembentuknya. Hal ini memperlihatkan betapa kuatnya suatu ikatan ionik.

Gambar 2.1. Pembentukan ikatan ionik dalam natrium chlorida, didahului adanya perpindahan elektron


2.2.2. Ikatan kovalen
             Beberapa atom dapat memperoleh konfigurasi elektron yang stabil dengan saling meminjamkan elektronnya. Dengan saling meminjamkan elektron ini atom-atom akan memperoleh susunan elektron yang stabil tanpa menyebabkannya menjadi bermuatan. Ikatan akan terjadi melalui elektron yang saling dipinjamkan itu. Elektron ini masih mempunyai íkatan dengan atom asalnya, tetapi juga sudah terikat dengan atom yang meminjamnya.
            Sebagai contoh digambarkan pada Gambar 2.2 ikatan kovalen dari Cl2, N2 dan HF.
Gambar 2.2. Ikatan kovalen pada molekul Cl2, N2 dan HF.
2.2.3. Ikatan Logam
            Di sini juga terjadi saling meminjamkan elektron, hanya saja jumlah atom yang bersama-sama saling meminjamkan elektron valensinya (elektron yang berada pada kulit terluar) ini tidak hanya antara dua atau beberapa atom tetapi dalam jumlah yang sangat banyak. Setiap atom menyerahkan elektron valensinya untuk digunakan bersama-sama. Dengan demikian akan ada ikatan tarik menarik antara atom-atom yang saling berdekatan. Jarak antar atom ini akan tetap (untuk kondisi yang sama), bila ada atom yang bergerak menjauh maka gaya tarik menarik akan menariknya kembali ke posisi semula, dan bila bergerak terlalu mendekat maka gaya tolak menolak menjadi makin besar (sedang gaya tarik menarik mengecil), karena inti-inti atom berjarak terlalu dekat padahal muatan listriknya sama, sehingga akan mendorong atom tersebut kembali ke posisi semula. Kedudukan suatu atom relatif terhadap atom lain akan tetap.
            Ikatan seperti ini biasa terjadi pada logam, karena itu dinamakan Ikatan Logam. Pada ikatan ini inti-inti atom terletak beraturan dengan jarak tertentu, sedang elektron yang saling dipinjamkan seolah-olah membentuk “kabut elektron” yang mengisi sela-sela antar inti (lihat Gambar 2.3). Elektron-elektron ini tidak terikat pada salah satu atom tertentu atau beberapa atom saja, tetapi setiap elektron dapat saja pada suatu saat berada pada suatu atom, dan pada saat berikutnya berada pada atom lain. Karena itulah logam dikenal mudah mengalirkan listrik dan panas.



Gambar 2.3. Ikatan logam, inti atom yang tersusun teratur, berada dalam kabut elektron.

            Mengingat atam-atom pada logam menempati posisi tertentu relatif terhadap atom lain (di kiri-kanan, depan-belakang dan atas-bawahnya), maka dapat dikatakan bahwa atom logam tersusun secara teratur menurut suatu pola tertentu. Susunan atom yang teratur ini dinamakan kristal, dan susunan atom pada logam selalu kristalin, tersusun beraturan dalam suatu kristal.
2.3. Struktur kristal
            Susunan atom-atom yang teratur dalam tiga dimensi menurut suatu pola tertentu dinamakan kristal.  Bila dari inti-inti atom dalam suatu struktur kristal ditarik garis-garis imajiner melalui inti-inti atom tetangganya maka akan diperoleh suatu kerangka tiga dimensi yang disebut space lattice (kisi ruang). Space lattice ini dapat dianggap tersusun dari sejumlah besar unit cell (sel satuan). Unit cell merupakan bagian terkecil dari space lattice yang bila disusun ke arah sumbu-sumbunya akan membentuk space lattice. Pada Gambar 2.4. tampak sebagian dari suatu space lattice dan satu unit cellnya digaris tebal. Suatu unit cell dinyatakan dengan lattice parameter (panjang rusuk-rusuk dan sudut antara rusuk-rusuk).








 Gambar 2.4. (a) Bagian dari suatu space lattice, dengan satu unit cellnya digaris tebal, (b) Lattice parameter dari suatu unit cell.
Tabel 2.1. Deskripsi dari 7 macam sistem kristal
1
Triclinic
Three unequal axes, no two of which are perpendicular
a ≠ b ≠ c      α ≠ β ≠ γ ≠ 90o
2
Monoclinic
Three unequal axes, one of which is perpen-dicular to the other two
a ≠ b ≠ c      α = β  = 90o ≠ γ
3
Orthorhombic
Three unequal axes, all perpendicular
a ≠ b ≠ c      α = β = γ = 90o
4
Rhombohedral
Three equal axes, not at right angles
a = b = c      α ≠ β ≠ γ ≠ 90o
5
Hexagonal
Three equal coplanar axes at 120o and a fourth unequal axis perpendicular to their plane
a = b ≠ c      α = β  = 90o         γ = 120o
6
Tetragonal
Three perpendicular axes, only two equal
a = b ≠ c      α = β  = γ = 90o          
7
Cubic
Three equal axes, mutually perpendicular
a = b = c      α = β  = γ = 90o
           
Ada 7 macam sistem struktur kristal yang mungkin terjadi, yaitu cubic, tetragonal, orthorhombic, monoclinic, triclinic, hexagonal dan rhombohedral (deskripsi dari masing-masing sistem tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1). Dari ke 7 macam sistem kristal tersebut masih mungkin ada variasinya (face centered, body centered dan lain-lain), sehingg ada 14 macam kemungkinan jenis sistem kristal (Gambar 2.5).

       Gambar 2.5. Unit cell dari 14 macam sistem kristal yang mungkin terjadi (Bravais lattices)
                                P = Primitif,  I = Body centered,   F = Face centered,    C = Base centered
            Kebanyakan logam-logam yang penting membeku dengan membentuk kristal dengan sistem kristal cubic (kubus) atau hexagonal. Sistem kristal yang paling sering dijumpai pada logam adalah:
1.      Face Centered Cubic (FCC) atau Kubus Pemusatan Sisi (KPS), Gambar 2.6
2.      Body Centered Cubic (BCC) atau Kubus Pemusatan Ruang (KPR), Gambar 2.7
3.      Hexagonal Close-Packed (HCP) atau Hexagonal Tumpukan Padat (HTP), Gambar 2.8.





 Gambar 2.6. Unit cell  Face Centered Cubic (FCC), (a) Kisi ruang, (b) Model bola pingpong






Gambar 2.7. Unit cell Body Centered Cubic (BCC), (a) Kisi ruang, (b) model bola pingpong   
Gambar 2.8. Unit cell Hexagonal Close-Packed (HCP), (a) Kisi ruang, (b) model bola pingpong


Pada umumnya setiap logam selalu membentuk stuktur kristal dengan sistem kristal tertentu, tetapi ternyata ada beberapa unsur yang dapat dijumpai dengan sistem kristal yang berbeda, sifat yang demikian iní dinamakan polimorfi. Di antara logam-logam yang memiliki silat polimorfi ini ada yang sifat polimorfinya  bersifat  reversibel,  pada  suatu  kondisi sistem kristalnya tertentu dan bila kondisi berubah, sistem kristalnya juga akan berubah dan bila kondisi kembali seperti semula maka sistem kristal juga  akan  kembali  seperti  semula.  Sifat ini dinamakan sifat allotropi.

Ada kurang lebih lima belas unsur yang memiliki sifat allotropi, termasuk besi. Pada temperatur kamar besi memiliki sistem struktur kristal BCC (dinamakan besi alpha, α), pada temperatur antara 910 - 1400oC sistem struktur kristalnya FCC (besi gamma, γ) dan di atas 1400 oC sampai mencair sistem kristalya BCC (besi delta, δ).  Bila  temperatur  kembali  lagi  maka  sistem kristalnya juga akan kembali seperti semula. Setiap perubahan tersebut ditandai dengan pemberhentian perubahan temperatur (Gambar 2.9).


.

Gambar 2.9. Kurva pemanasan dan pendinginan besi, menunjukkan adanya perubahan allotropi

                                                                                  










Material Tahan Panas (Heat Resistant Material)

Material tahan panas adalah material yang mampu mempertahankan sifat-sifatnya atau tidak mengalami penurunan kualitas pada suhu yang tinggi...