Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang
mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian
impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara
perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan
kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi
atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan,
melainkan datang secara tiba-tiba. Contoh deformasi pada bumper mobil pada saat
terjadinya tumbukan kecelakaan.
I.
Prinsip
dasar dari pengujian impak adalah penyerapan energi potensial dari pendulum
beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk beban
uji,sehingga beban uji mengalami deformasi maksimum hingga mengakibatkan
perpatahan.
Gambar 1 Ilustrasi skematis pengujian impak dengan benda uji Charpy
Energi yang diserap oleh
benda uji pada pengujian impak dinyatakan dalam satuan Joule dan langsung dibaca pada skala (dial) penunjuk yang telah
dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak suatu bahan yang
diuji dengan metode Charpy diberikan oleh
dimana:
E:
energi yang diserap (joule)
A:
luas area penampang dibawah takik (mm2)
sedangkan
dimana
P: beban yang diberikan (joule)
H0: ketinggian awal bandul (mm)
H1: ketinggian akhir setelah terjadi perpatahan benda uji (mm)
Metode Pengujian:
Berdasarkan benda uji impak, pengujian dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
A. Metode Charpy
Batang uji Charpy sebagaimana telah ditunjukkan pada Gambar 3.1 banyak digunakan di Amerika Serikat. Sampel uji memiliki dimensi ukuran yaitu 10 x 10 x 55 mm (tinggi x lebar x panjang). Posisi takik berada di tengah, kedalaman takik 2mm dari permukaan benda uji dan sudut takik 45o. Bentuk takik berupa U, V, key hole (seperti lubang kunci).
Gambar 2 Bentuk dan ukuran sampel metode Charpy
Gambar
Gambar 3. Ilustrasi pembebanan pada metode Charpy
Serangkaian uji Charpy pada satu material umumnya dilakukan pada berbagai temperatur sebagai upaya untuk mengetahui temperatur transisi. Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan (fracografi) yang terjadi. Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Perpatahanberserat (fibrous fracture)
Melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam material atau logam yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan yang berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan buram. Perpatahan dimple ditandai oleh adanya cekungan-cekungan yang berbentuk sama sumbu, parabola atauelips, tergantung pada keadaan beban.
2. Perpatahan granular/kristalin
Dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari material atau logam yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan yang datar. Selain itu, faset datar menampilkan “cirisungai” (river marking).Ciri sungai disebabkan oleh perambatan retak melalui Kristal sepanjang sejumlah bidang sejajar membentuk lembah dan tepi tajam sehingga memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilap).
3. Perpatahancampuran
Merupakankombinasikeduajenisperpatahan di atas
Gambar 4. Ilustrasi permukaan patahan (fractografi) benda uji impact
Dengan adanya pengaruh kecepatan, maka bentuk suatu benda
mempengaruhi kemampuannya dalam menahan beban impak. Pada temparatur ruang,
sebuah batang logam ulet tidak akan mengalami perpatahan di bawah pembebanan
impak. Untuk itu, spesimen tersebut harus diberi notch (takik). Penggunaan
notch tersebut menyebabkan besarnya konsentrasi tegangan yang terlokalisasi,
yang membuat energi perpatahan paling banyak diserap pada bagian yang
terlokalisasi tersebut, dan cenderung menyebabkan
tipe perpatahan getas. Kecenderungan material ulet untuk berlaku seperti
material getas ketika rusak pada benda yang terdapat takik di dalamnya sering
disebut notch sensitivity.
B. Metode izod
Metode Izod lazim digunakan
di Inggris dan Eropa. Sampel uji memiliki dimensi ukuran yaitu 10 x 10 x 75 mm
(tinggi x lebar x panjang). Posisi takik berada pada jarak 28 mm dari ujung benda
uji, kedalaman takik 2 mm dari permukaan benda uji dan sudut takik 45o.
Bentuk takik berupa
Gambar 5. Bentuk dan ukuran benda uji Izod
Benda diletakkan
pada tumpuan dengan posisi vertikal dan dijepit. Sampel yang dijepit
menyebabkan pengujian berlangsung lama, sehingga tidak cocok untuk digunakan
pada pengujian dengan temperatur bervariasi. Sedangkan ayunan bandul dari arah
depan takik dengan pembebanan dilakukan dari arah muka takik.
Gambar 6. Ilustrasi pembebanan impak metode Izod
Gambar 7. Bentuk dan dimensi benda uji impak berdasarkan ASTM E23-56T
Informasi lain yang dapat
dihasilkan dari pengujian impak adalah temperatur transisi bahan. Temperatur
transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan
suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Faktor yang mempengaruhi temperatur transisi
adalah struktur kristal, ukuran butir, atom interstisi, heat treatment,
specimen orientation dan ketebalan spesimen.
Pada pengujian dengan temperature yang berbeda-beda maka akan terlihat
bahwa pada temperature tinggi material akan bersifat ulet sedangkan pada
temperature rendah material akan bersifat rapuh atau getas. Fenomena ini
berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperature yang berbeda dimana
pada temperature kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan
selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperature dinaikkan.
Vibrasi atom ini berperan sebagai suatu penghalang terhadap pergerakan
dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin
tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi menjadi relative sulit sehingga
dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada
temperature di bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi
pergerakan dislokasi menjadi relative lebih mudah dan benda uji menjadi lebih
mudah dipatahkan dengan energi yang relatif rendah.
Informasi mengenai temperature transisi menjadi demikian
penting bila suatu material akan didesain untuk aplikasi yang melibatkan rentang
temperature yang besar, misalnya dari temperature di bawah nol derajat Celcius
hingga temperature tinggi di atas 100 derajat Celcius. Hampir semua logam
berkekuatan rendah dengan struktur kristal FCC seperti tembaga dan aluminium
bersifat ulet pada semua temperature sementara bahan dengan kekuatan luluh yang
tinggi bersifat rapuh. Bahan keramik, polimer dan logam-logam BCC dengan
kekuatan luluh yang rendah dan sedang memiliki transisi rapuh-ulet bila
temperature dinaikkan. Hampir semua baja karbon yang dipakai pada jembatan,
kapal, jaringan pipa dan sebagainya bersifat rapuh pada temperature rendah