Selasa, 04 Desember 2018

Material Tahan Panas (Heat Resistant Material)

Material tahan panas adalah material yang mampu mempertahankan sifat-sifatnya atau tidak mengalami penurunan kualitas pada suhu yang tinggi. Material tahan panas adalah material paduan yang dikembangkan untuk aplikasi pada suhu yang sangat tinggi dengan penekanan yang tinggi terhadap sifat-sifat seperti tensile, thermal, vibratory atau shock dan ketahanan terhadap oksidasi. Definisi lainnya yaitu material tahan panas adalah material yang mampu menahan beban pada suhu operasi mendekati titik lelehnya, mampu menahan degradasi mekanik selama waktu tertentu, serta tidak mudah bereaksi dengan lingkungan pada suhu operasi yang tinggi.
Dari beberapa definisi mengenai material tahan panas, dapat disimpulkan bahwa material tahan panas yang dimaksud adalah material yang berbasis pada logam, dimana logam tersebut merupakan material paduan yang dipadukan dengan unsur-unsur paduan tertentu untuk mendapatkan sifat-sifat sesuai dengan kebutuhan pada suhu operasi yang tinggi.
Material logam tahan panas dapat berupa produk wrought atau casting bergantung kepada aplikasi / komposisi yang terkandung di dalamnya. Produk wrought adalah produk yang melewati proses pembentukan lebih lanjut terlebih dahulu sebelum digunakan. Proses pembentukan tersebut antara lain yaitu forging, rolling, ekstrusi dan lain sebagainya. Sedangkan, produk casting adalah produk hasil pengecoran. Berdasarkan komposisi unsur paduannya, produk wrought biasanya merupakan paduan dengan komposisi paduan yang relatif rendah sehingga lebih mudah untuk dikenai pengerjaan lanjutan untuk merubah bentuknya. Sedangkan, produk casting merupakan paduan dengan kadar unsur paduan yang tinggi, dimana unsur-unsur tersebut mempersulit suatu logam paduan untuk dikenai proses perubahan bentuk, sehingga proses pembuatan yang dipilih adalah dengan metode pengecoran.
Jenis-Jenis Material
Paduan logam tahan panas dapat digunakan pada aplikasi yang luas, baik yang melibatkan pembebanan tinggi, pembebanan kejut, suhu tinggi, gesekan dan lain sebagainya. Hal ini adalah karena sifat logam dapat direkayasa sesuai kebutuhan dengan menambahkan unsur paduan yang tepat. Salah satu klasifikasi material logam yang telah banyak digunakan sebagai material tahan panas adalah superalloy. Superalloy adalah material yang memang dikembangkan dengan tujuan untuk mempertahankan kekuatannya pada temperatur tinggi (> 650 OC) untuk waktu yang lama, memiliki kombinasi yang baik antara kekuatan tinggi dan keuletan yang baik pada temperatur rendah, serta stabilitas permukaan yang baik. Sedangkan, kelompok lainnya adalah material logam baja tahan panas yang dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu:
-          Iron-chromium
Kelompok baja ini memiliki komposisi sebesar 26-30% Cr dan <7% Ni. Kelompok ini biasa digunakan pada aplikasi dimana kekuatan pada suhu tinggi tidak diperlukan, seperti bearing, roll, fitting, dan lain-lain.
-          Iron-chromium-nickel
Kelompok baja ini memiliki komposisi sebesar 18-32% Cr dan 8-22% Ni. Kebanyakan struktur mikronya fully γ. Pada suhu >800 oC α membentuk σ phase yang brittle, namun kuat pada suhu tinggi. Ketahanan creep dan rupture strength yang tinggi dan dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kadar Ni. Biasa digunakan pada furnace.
-          Iron-nickel-chromium
Komposisinya 15-28% Cr dan 23-41% Ni (Cr < Ni). Kelompok ini memiliki fasa γ yang stabil, memiliki kekuatann yang baik pada temperatur tinggi, tahan thermal stress dan oksidasi. Pada aplikasinya biasa digunakan sebagai chain, komponen furnace, steam reformer dan load bearing.
-          Nickel-iron-chromium
Komposisi baja ini adalah 58-68% Ni dan 10-19% Cr. Kelompok ini memiliki sifat tahan terhadap karburisasi dan nitridasi. Karena sifatnya tersebut, maka biasanya kelompok baja ini digunakan untuk peralatan karburisasi dan nitridasi, komponen pembakar, dan lain sebagainya.
Sifat-Sifat Penting Material
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa sifat-sifat material tahan panas yaitu mampu menahan beban pada suhu operasi mendekati titik lelehnya, mampu menahan degradasi mekanik selama waktu tertentu, tidak mudah bereaksi dengan lingkungan pada suhu operasi yang tinggi, mampu mempertahankan sifat-sifatnya pada suhu operasi yang tinggi dan lain sebagainya. Adapun detail mengenai sifat-sifat material yang harus dipertahan oleh material tahan panas antara lain:
-          Kekuatannya pada suhu tinggi (tidak mengalami pelunakan).
-          Tahan creep (kegagalan mekanik yang diakibatkan pengaplikasian pada suhu tinggi, meskipun beban yang diterima tidak ditambahkan).
   
-          Harus tahan terhadap atmosfir yang korosif, seperti:
o Oksidasi: pada suhu tinggi, logam cenderung akan lebih reaktif dan apabila lingkungannya bersifat korosif maka akan sangat memungkinkan terjadinya oksidasi (korosi).
o Sulfidasi: terjadi akibat kontak dengan unsur S yang dapat membentuk senyawa sulfida yang keras namun sangat rapuh (sangat mengurangi keuletan material).
o Karburisasi: terjadi akibat kontak dengan elemen hidrokarbon yang dapat membentuk karbida yang keras namun sangat rapuh (sangat mengurangi keuletan material). Biasanya terjadi pada suhu 900-1000 F.
o Dekarburisasi: penghilangan kadar karbon dari material logam yang mengakibatkan kekerasan suatu logam akan menurun karena karbon yang dikandungnya menghilang.
o Serangan hidrogen: salah satu jenis korosi yang disebabkan oleh serangan hidrogen.
-          Kestabilan fasa (tidak berubah fasa)
-          Tahan warping (perubahan bentuk atau dimensi material)
-          Tahan retak
-          Tahan stress-rupture
-          Tahan thermal shock
-          Tahan thermal fatigue
Unsur-Unsur Paduan
Unsur-unsur paduan pada logam baja yang dapat meningkatkan sifatnya sebagai material yang akan diaplikasikan pada suhu tinggi, yaitu:
-          Nikel
Penambahan unsur nikel sampai dengan 70% dapat memberikan kekuatan dan ketangguhan pada logam baja, memicu terbentuknya austenit yang lebih kuat dan stabil pada suhu tinggi, memberikan ketahanan oksidasi, karburisasi, nitridasi dan thermal fatigue, serta meningkatkan fracture toughness. Namun, dari beberapa keuntungan yang dapat diberikan tersebut, ada juga kerugian yang dapat diakibatkan oleh nikel yaitu menurunkan kekuatan tarik pada suhu tinggi.
-          Kromium
Penambahan unsur kromium sekitar 10-30% dapat memberikan ketahanan terhadap oksidasi (scaling) pada suhu tinggi dan tahan terhadap sulfur yang bersifat korosif. Adanya senyawa CrC dapat meningkatkan temperatur creep dan rupture strength, serta menigkatkan nilai UTS pada temperatur tinggi. Di sisi lain, unsur kromium memiliki kecenderungan membentuk ferit (alpha).
-          Karbon
Penambahan unsur karbon sekitar 0,20-0,75% dapat mengakibatkan disperse-strengthening dengan membentuk karbida di dalam struktur. Semakin tinggi kadar karbon yang diberikan dapat memberikan beberapa sifat yang menguntungkan seperti meningkatkan kekuatan pada suhu tinggi dan ketahanan creep. Namun, karbon dapat menurunkan ductility.
-          Silikon
Penambahan unsur paduan silikon hanya dibatasi sampai dengan 1,5%. Pemberian unsur paduan silikon dapat meningkatkan fluiditas lelehan logam dan memberikan sifat ketahanan terhadap korosi temperatur tinggi dan karburisasi. Tetapi, pada sisi lain silikon dapat menurunkan nilai UTS pada suhu tinggi. Selain itu, unsur paduan silikon memiliki kecenderungan untuk membentuk ferit.
-          Molibdenum
Unsur paduan ini mampu memperbaiki sifat creep dan rupture strength dengan cara membentuk “karbida yang stabil”
-          W, Zr, Ti dan N
Unsur-unsur ini dapat meningkatkan creep dan stress rupture pada pemakaian komponen sampai dengan 650 oC dengan struktur ferrit-austenit. Pada suhu aplikasi kurang dari 650 oC, paduan memiliki struktur austenit secara menyeluruh. Adanya ferit dapat menurunkan ketahanan creep pada temperatur tinggi. Selain itu, ferit juga dapat membentuk fasa sigma yang berakibat menurunnya keuletan dan bersifat getas.
Reaksi-Reaksi pada Suhu Tinggi
Pada material logam tahan panas terdapat beberapa reaksi yang mungkin terjadi ketika suhu operasi mulai meningkat. Hal ini adalah karena sifat dasar dari material logam yang bersifat sangat reaktif ketika suhunya mendekati suhu lelehnya. Adappun reaksi yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:
Fasa sigma
Fasa sigma terbentuk pada kisaran suhu 593-927 oC. Fasa sigma dapat terbentuk karena suatu material memiliki fasa ferrit di dalamnya. Kerugian yang diakibatkan dari terbentuknya fasa sigma ini adalah menurunnya ductility dan ketangguhan sehingga apabila suatu material mendapat pembebanan impak akan mudah mengalami retak. Cara untuk mencegah terbentuknya fasa sigma adalah dengan memilih kombinasi unsur pembentuk fasa α dan γ dengan tepat. Tujuannya adalah agar tidak terbentuk ferit bebas.
Oksidasi
Pada suhu tinggi terbentuk oksidasi sangat mungkin terjadi. Beberapa cara untuk meningkatkan ketahanan oksidasi pada suhu tinggi adalah dengan menigkatkan kadar Cr (>25%), penambahan 25-30% Cr, <2% Si, <4% Al, Yttrium dan Cerium serta dapat juga dengan cara penambahan Ni.  Adanya penambahan Ni, walaupun Cr konstan dapat meningkatkan ketahanan oksidasi yang tinggi. Selain itu nikel yang tinggi juga dapat memberikan sifat kepada material tahan terhadap spalling dan juga meningkatkan kestabilan.
Karburisasi
Pada suhu tinggi atau sekitar 482-538 oC atmosfer CO, metana, etana dan hidrokarbon pada lingkungan pengaplikasian material dapat membentuk karbon. Karbon tersebut dapat bereaksi dengan unsur yang terkandung pada material seperti Cr, Nb, W, Mo atau Ti membentuk karbida pada butir atau pun batas butir. Karbida ini bersifat kuat, keras, tetapi brittle sehingga dapat mengakibatkan suatu material mengalami pengurangan ductility. Selain itu, apabila karburisasi terjadi, maka Cr pada material akan menjadi rendah sehingga secara tidak langsung juga mengakibatkan ketahanan oksidasi dan creep berkurang. Adapun pencegahan dari karburisasi adalah dengan mengkombinasikan Ni dan melapisi permukaan material dengan Si, Al, Cr atau kombinasi dari ketiganya. Kromium, nikel dan silikon adalah tiga unsur utama yang dapat meningkatkan ketahanan paduan dari absorpsi karbon. Nikel dan silikon memberikan kelarutan yang lebih rendah terhadap karbon dan nitrogen.
Nitridasi
Pada suhu tinggi, jika nitrogen bereaksi dengan Cr atau unsur lain akan dapat membentuk senyawa nitrida yang brittle. Pencegahan dari nitridasi adalah dengan menaikkan kandungan Ni. Hal ini adalah karena Ni sangat tahan terhadap nitridasi. Pada nikel, N memiliki kelarutan yang rendah. Selain dengan penambahan kadar Ni, sama halnya dengan karburisasi, nitridasi juga dapat dicegah dengan cara melapisi permukaan material dengan Si, Al, Cr atau kombinasi dari ketiganya.
Proses Design dan Kriteria Pemilihan Material
Aplikasi yang membutuhkan material tahan panas adalah aplikasi dengan suhu operasi sekitar 650-1315 oC, dimana apabila material biasa yang digunakan maka akan mudah mengalami degradasi, baik degradasi karena beban mekanik maupun karena korosi. Proses design dan kriteria pemilihan untuk membuat material logam paduan yang mampu menahan panas pada suhu tersebut adalah dengan memperhatikan beberapa faktor yang dapat dialami material pada suhu aplikasi tersebut.
Adapun yang menjadi faktor pemilihannya adalah sebagai berikut:
-          Tahan korosi suhu tinggi
-          Stabilitas tinggi (tahan warping , retak, thermal fatigue)
-          Memiliki kekuatan creep (plastic flow resistance)
-          Tahan stress-rupture
Selain itu, kondisi pengaplikasian dari suatu material juga harus diperhatikan, seperti beban yang akan diterima, atmosfir lingkungan pengaplikasian, bentuk komponen dan lain sebagainya. Setelah memperhitungkan faktor-faktor yang dapat terjadi pada material serta kondisi pengaplikasianya, proses design yang selanjutnya adalah memilih jenis material yang akan digunakan secara detail, seperti sifat-sifat logam utamanya dan unsur-unsur paduannya. Tujuan dari langkah penentuan material ini adalah untuk mendapatkan paduan yang sesuai dengan keinginan.
Pada logam paduan juga harus diperhitungkan mengenai fasa apa yang akan terbentuk, apakah austenit yang stabil pada suhu tinggi, ferit yang memiliki sifat lunak dan ductile atau mertensitik yang tidak stabil pada suhu tinggi. Contoh lainnya adalah adanya karbida/senyawa intermetalik (Ni3Al) dalam autenit yang dapat menurunkan ductility. Untuk mencegahnya maka kita harus meninggikan kadar karbon.

Kemudian yang diperhitungkan adalah mengenai fabricability characteristic dan biaya yang mungkin harus dikeluarkan, seperti bahan baku, ongkos produksi serta ongkos pekerja. Untuk fabricability characteristic, secara garis besar pembuatan material tahan panas berbasis baja dibagi menjadi dua metode yaitu casting dan wrought seperti gambar di bawah ini

Gambar 1. Alur proses pembentukan baja dengan metode casting

Gambar 2. Alur proses perubahan bentuk baja

Penggunaan Material
Paduan baja tahan panas digunakan pada banyak aplikasi yang bervariasi mulai dari aplikasi rumah tangga sampai pada aplikasi yang luas seperti pada sistem pemanasan skala industri. Contoh-contoh dalam material tahan panas dalam aplikasi industri adalah sebagai berikut:
a.       Heat treatment furnace parts and fixtures


Gambar 3. Heat treatment Furnace
Komponen-komponen yang digunakan pada furnace untuk perlakuan panas dapat dibagi menjadi dua kategori:
1. Kategori pertama merupakan komponen yang melewati furnace dan mengalami thermal dan/atau mechanical shock, seperti: trays (keranjang/wadah yang digunakan untuk menempatkan produk manufaktur yang akan dikenai proses perlakuan panas), fixture, conveyor, chains and belt dan quenching fixture


Gambar 4. Trays
2. Kategori kedua adalah komponen yang berada pada furnace dengan thermal atau mechanical shock yang rendah. Komponen yang termasuk kategori kedua ini antara lain: support beams, hearth plates, combustion tubes, burner, rotary retorts, pit type retorts, muffles, dan lain sebagainya.

Gambar 5. Komponen burner
Kebanyakan komponen furnace untuk perlakuan panas menggunakan paduan iron-chromium-nickel atau iron-nickel-chromium. Paduan iron-chromium tidak dapat digunakan karena tidak memiliki kekuatan suhu tinggi yang cukup dan dapat mengalami 475 oC embrittlement. Untuk suhu yang dapat mencapai > 980 oC, maka paduan berbasis nikel digunakan untuk meningkatkan kekuatan creep rupture dan ketahanan oksidasi. Paduan berbasis kobalt juga dapat digunakan, namun kelemahannya adalah terlalu mahal sehingga biasanya hanya digunakan pada aplikasi-aplikasi tertentu saja. Secara keseluruhan, material-material komponen furnace mengandung besi, nikel dan kromium sebagai unsur paduan yang dominan. Nikel memberikan pengaruh utama kekuatan suhu tinggi dan ketangguhan. Kromium meningkatkan ketahanan oksidasi dengan membentuk lapisan pelindung dari oksida pada permukaan. Penambahan kadar karbon dapat meningkatkan kekuatan.
b.       Resistance heating elements
Pada industrial furnace, sebuah komponen dituntut untuk terus beroperasi pada suhu tinggi, seperti furnace yang digunakan pada industri perlakuan logam yang beroperasi pada suhu mencapai 1300 oC, kiln yang digunakan untuk mem-firing keramik yang pada aplikasinya dapat mencapai suhu 1700 oC dan pada aplikasi khusus dapat mencapai 2000 oC atau lebih. Kebutuhan utama suatu material tahan panas untuk digunakan sebagai heating element adalah titik leleh yang tinggi, resitivitas yang tinggi, ketahanan oksidasi baik, tidak ada komponen yang mudah menguap dan tahan terhadap kontaminasi. Sifat lain yang diinginkan adalah creep strength, emisivitas tinggi, thermal expansion rendah, ketahanan thermal shock baik, kekuatan dan ductility baik pada suhu operasi. Paduan nickel-chromium dan nickel-chromium-iron adalah yang paling banyak digunakan pada electric heat-treating furnace.
Paduan 80Ni-20Cr lebih banyak digunakan dibandingkan dengan 60Ni-16Cr-20Fe atau 35Ni-20Cr-45Fe karena lebih tahan oksidasi dan dapat digunakan pada suhu yang lebih tinggi. Paduan iron-chromium-aluminum banyak digunakan pada furnace dengan suhu operasi 800-1300 oC lebih tinggi dibandingkan paduan Ni-Cr.
c.       Hot working tools
Material untuk hot-working tool, seperti alat forging dan cetakannya, cetakan ekstrusi, serta hot shear blade, membutuhkan material yang memiliki kekerasan pada suhu tinggi, kemampuan untuk menahan beban impak, thermal shock dan abrasi. Kebanyakan material yang digunakan sebagai baja hot-work tool mengandung sekitar 0,4% C dan paduan yang beragam seperti tungsten, kromium, vanadium, molibdenum dan kobalt. Baja ini memiliki ketahanan deformasi sampai dengan suhu sekitar 550-600 oC. Faktor penting yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan material tahan panas untuk hot working tool adalah suhu operasi, lamanya alat beroperasi dan kekuatan yang dibutuhkan dalam aplikasi.
d.      Bearing pada suhu tinggi
Bearing dibuat dari berbagai jenis baja. Bearing baja dapat diklasifikasikan menjadi dua kelas, yaitu:
  1. Bearing standar yang biasa digunakan untuk kondisi aplikasi yang normal (temperatur maksimum sekitar 120-150 oC).
  2. Bearing baja khusus yang digunakan dengan tujuan umur fatigue yang lebih lama dan kondisi operasi yang lebih dari segi suhu dan lingkungan korosifnya.
Pada tabel di bawah ini disajikan komposisi bearing baja untuk kondisi aplikasi suhu tinggi. Baja ini pada umumnya dipadukan dengan unsur penstabil karbida seperti kromium, molibdenum, vanadium dan silikon untuk meningkatkan kekerasan suhu tinggi dan ketahanan temper.
Tabel 1. Komposisi dari bearing baja tahan panas

Aplikasi utama dari bearing baja adalah pada pesawat terbang dan stationary turbine engine. Material bearing yang digunakan pada mesin turbin dituntut untuk memiliki ketangguhan yang baik. Oleh karena itu, M50-NiL dan CBS-1000M banyak dipilih, karena ketangguhan kedua baja ini dapat mencapai dua kali ketangguhan baja lainnya.
e.       Komponen alat ruang angkasa
Perkembangan dari gas turbine engine pesawat terbang bergantung kepada perkembangan material untuk digunakan pada suhu operasi yang tinggi, beban yang tinggi dan ketahanan oksida yang baik. Untuk memenuhi kebutuhan akan komponen tersebut pengembangan superalloy berbasis nikel dengan ketahanan creep dan korosi yang baik pada suhu tinggi dilakukan. Yield strength dan fracture toughness juga semakin membaik.
f.        Gas turbine engine
Fakta bahwa pembakaran yang lebih panas pada mesin akan menjadikan mesin lebih kuat dan efisien membawa banyak perubahan pada gas turbine engine dan material komponen penyusunnya. Keunggulan dari paduan super sebagai material pembentuk komponennya meningkatkan design flow yang lebih baik dan pelapisan thermal barrier semakin berkembang meluas. Sehingga memiliki kemampuan yang lebih baik untuk menjadi komponen penyusun mesin dengan peningkatan suhu pembakaran. Komponen-komponen utama mesin tersebut adalah fan, kompresor bertekanan tinggi, pembakar, high dan low pressure turbines (HPT dan LPT), serta saluran pembuangan sisa pembakaran. Suhu operasi bervariasi dari 0-1095 oC dan dengan kecepatan rotasi yang melebihi 15000rev/min. Paduan aluminum dan titanium kebanyakan digunakan pada fan dan badan mesin. Sedangkan, HPT banyak dibuat menggunakan paduan titanium dan super alloy berbasis nikel, seperti Inconel 718, M152, 17-4APH dan A286.

Gambar 6. Komponen luar pesawat terbang dan suhu yang mungkin dicapai saat operasi
 Contoh Kasus Pemilihan Material
Karena material tahan panas aplikasinya secara luas banyak digunakan sebagai komponen furnace, maka pada contoh kasus pemilihan ini saya akan memberikan contoh pemilihan untuk material furnace. Berikut ini merupakan pemikiran-pemikiran mengenai pemilihan material komponen furnace.
Sebuah baja paduan dapat mengalami kerusakan karena serangan korosi atau kegagalan secara mekanik. Secara detail mode kegagalan pada suhu tinggi adalah sebagai berikut:
1)      Korosi
  1. Oksidasi
  2. Sulfidasi
  3. Klorida/garam
  4. Metal dusting/carbon rot
2)      Mekanik
  1. Creep
  2. Thermal expansion
  3. Embrittlement
  4. Thermal fatigue
  5. Thermal shock
  6. Molten metal embrittlement
Kriteria utama dalam menyeleksi material tahan panas harus berdasarkan beberapa pertanyaan berikut:
  1. Berapakah suhu operasi maksimum?
  2. Berapakah kekuatan yang dibutuhkan oleh aplikasi?
  3. Apakah material memiliki kestabilan fasa?
  4. Apakah material tahan terhadap oksidasi?
Setiap paduan memiliki suhu operasi maksimum berdasarkan literatur. Suhu maksimum ini berdasarkan kepada kecepatan scaling dari oksidasi yang terbentuk, dimana semakin tinggi suhu, maka kecepatan terbentuknya scaling juga akan semakin cepat. Suhu operasi maksimum ini tidak bergantung kepada suhu leleh suatu logam dan kebanyakan paduan tahan panas memiliki batas suhu maksimum beberapa ratus derajat di bawah suhu lelehnya. Gambar di bawah ini adalah contoh apa yang akan terjadi apabila kita memaksa suatu material melewati suhu operasi maksimumnya.

Gambar 7 round-bar ¾ inch in diameter exposed to 1800°F in air atmosphere. 316L is suggested to be used only to 1500°F due to scaling. In contrast, its melting point is 2540°F.
Hal penting yang juga harus dimengerti adalah bahwa suhu dari sebuah muffle atau radiant tube lebih panas dibandingkan dengan suhu exiting parts atau furnace chamber. Dengan pemikiran ini, maka pada produksi komponen furnace harus memperhatikan kondisi operasi muffle atau radiant tube dan mengutamakannya. Kemudian untuk komponen lainnya harus mengikuti pertimbangan suhu operasi dari muffle dan radiant tube tersebut untuk mendapatkan faktor safety yang lebih baik. Percobaan dalam pemilihan material untuk digunakan sebagai komponen furnace harus dengan memperhitungkan safety factor di atas suhu operasi karena sedikit saja terjadi peningkatan suhu, maka efeknya akan sangat terlihat pada sifat-sifat material paduan tahan panas. Contohnya adalah pada mekanisme scaling. Bila kita melewati batas suhu dari paduan, maka paduan tersebut akan dapat membentuk scale dengan lebih cepat. Gambar di bawah ini menunjukkan sebuah contoh dari kecepatan scaling dari paduan yang berbeda-beda. Salah satunya adalah SS310, yang pada 2000 oF pembentukan scale-nya cenderung rendah, sedangkan pada 2100 oF kecepatan oksidasinya meningkat drastis.


Gambar 8. Weight gain (mg/cm2) during cyclic oxidation testing. Samples cycled weekly to room temperatur.
Selain kecepatan scaling, kekuatan creep-rupture dari paduan tahan panas juga dapat berkurang secara cepat ketika suhu meningkat. Tabel berikut ini menunjukkan kekuatan stress-rupture untuk paduan berbeda-beda pada 1700-2000 oF. Meningkatnya suhu operasi dari sebuah paduan sekitar 100 oF dapat menurunkan kekuatannya rata-rata 30-40%.

Tabel 2. Data kekuatan creep-rupture pada suhu 1700-2000 oF
Penggunaan high-strength alloy untuk memproduksi suatu komponen akan memberikan keuntungan dalam hal penghematan biaya karena penggantian komponen akan lebih lama. Pada gambar di bawah ini menunjukkan design dari coating dengan penguat eksternal. RA 602 CA yang memiliki kekuatan lebih tinggi memungkinkan pembuatnya untuk tidak menggunakan penguat eksternal sama sekali. Design yang lebih sederhana memberikan harga yang lebih murah dibandingkan fabrikasi paduan 600 yang lebih kompleks. Selain itu, furnace mampu menerima distribusi panas yang lebih baik sehingga memungkinkan untuk mengontrol proses dengan lebih baik.

Gambar 9. Top of a coating retort made of 600 alloy with alternating reinforcement ribs of 600 and RA602 CA. The higher strength of RA 602 CA is evident in the close-up view. Retort wall temperatures are between 2000°-2100°F.
Selanjutnya yang menjadi pertimbangan adalah mengenai proses pembuatannya yang tepat dan biaya yang mungkin harus dikeluarkan (bahan baku, ongkos produksi serta ongkos pekerja).
 Kesimpulan
Material tahan panas memiliki aplikasi yang luas dalam penggunaannya. Salah satunya aplikasi yang banyak membutuhkan material tahan panas adalah furnace. Semua komponen-komponen untuk membuat furnace membutuhkan material tahan panas. Dalam proses design dan pemilihan materialnya, material tahan panas harus memenuhi beberapa kriteria sesuai dengan proses yang akan dialaminya. Misalnya pada komponen furnace, ada beberapa parameter penting yang harus dipenuhi oleh sebuah material tahan panas. Selain itu, konsep design dan pemilihan material juga mancakup proses dan cost (biaya).



Jumat, 23 November 2018

Pengujian Impact


Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan, melainkan datang secara tiba-tiba. Contoh deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya tumbukan kecelakaan.

        I.    
            Prinsip dasar dari pengujian impak adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk beban uji,sehingga beban uji mengalami deformasi maksimum hingga mengakibatkan perpatahan.



Gambar 1 Ilustrasi skematis pengujian impak dengan benda uji Charpy

Energi yang diserap oleh benda uji pada pengujian impak dinyatakan dalam satuan Joule dan langsung dibaca pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak suatu bahan yang diuji dengan metode Charpy diberikan oleh 

dimana:          
E: energi yang diserap (joule)
A: luas area penampang dibawah takik (mm2)
sedangkan

dimana
P: beban yang diberikan (joule)
H0: ketinggian awal bandul (mm)
H1: ketinggian akhir setelah terjadi perpatahan benda uji (mm)
Metode Pengujian:
Berdasarkan benda uji impak, pengujian dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
A. Metode Charpy
Batang uji Charpy sebagaimana telah ditunjukkan pada Gambar 3.1 banyak digunakan di Amerika Serikat. Sampel uji memiliki dimensi ukuran yaitu 10 x 10 x 55 mm (tinggi x lebar x panjang). Posisi takik berada di tengah, kedalaman takik 2mm dari permukaan benda uji dan sudut takik 45o. Bentuk takik berupa U, V, key hole (seperti lubang kunci).

           Gambar 2 Bentuk dan ukuran sampel metode Charpy

Gambar

Gambar 3. Ilustrasi pembebanan pada metode Charpy

Serangkaian uji Charpy pada satu material umumnya dilakukan pada berbagai temperatur sebagai upaya untuk mengetahui temperatur transisi. Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan (fracografi) yang terjadi. Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Perpatahanberserat (fibrous fracture)
Melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam material atau logam yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan yang berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan buram. Perpatahan dimple ditandai oleh adanya cekungan-cekungan yang berbentuk sama sumbu, parabola atauelips, tergantung pada keadaan beban.
2. Perpatahan granular/kristalin
Dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari material atau logam yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan yang datar. Selain itu, faset datar menampilkan “cirisungai” (river marking).Ciri sungai disebabkan oleh perambatan retak melalui Kristal sepanjang sejumlah bidang sejajar membentuk lembah dan tepi tajam sehingga memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilap).
3. Perpatahancampuran
Merupakankombinasikeduajenisperpatahan di atas
Gambar 4. Ilustrasi permukaan patahan (fractografi) benda uji impact

Dengan adanya pengaruh kecepatan, maka bentuk suatu benda mempengaruhi kemampuannya dalam menahan beban impak. Pada temparatur ruang, sebuah batang logam ulet tidak akan mengalami perpatahan di bawah pembebanan impak. Untuk itu, spesimen tersebut harus diberi notch (takik). Penggunaan notch tersebut menyebabkan besarnya konsentrasi tegangan yang terlokalisasi, yang membuat energi perpatahan paling banyak diserap pada bagian yang terlokalisasi tersebut,  dan cenderung menyebabkan tipe perpatahan getas. Kecenderungan material ulet untuk berlaku seperti material getas ketika rusak pada benda yang terdapat takik di dalamnya sering disebut notch sensitivity.
B. Metode izod
Metode Izod lazim digunakan di Inggris dan Eropa. Sampel uji memiliki dimensi ukuran yaitu 10 x 10 x 75 mm (tinggi x lebar x panjang). Posisi takik berada pada jarak 28 mm dari ujung benda uji, kedalaman takik 2 mm dari permukaan benda uji dan sudut takik 45o. Bentuk takik berupa 

Gambar 5. Bentuk dan ukuran benda uji Izod
Benda diletakkan pada tumpuan dengan posisi vertikal dan dijepit. Sampel yang dijepit menyebabkan pengujian berlangsung lama, sehingga tidak cocok untuk digunakan pada pengujian dengan temperatur bervariasi. Sedangkan ayunan bandul dari arah depan takik dengan pembebanan dilakukan dari arah muka takik.


Gambar 6. Ilustrasi pembebanan impak metode Izod

Gambar 7. Bentuk dan dimensi benda uji impak berdasarkan ASTM E23-56T

Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah temperatur transisi bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Faktor yang mempengaruhi temperatur transisi 

adalah struktur kristal, ukuran butir, atom interstisi, heat treatment, specimen orientation dan ketebalan spesimen.
Pada pengujian dengan temperature yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada temperature tinggi material akan bersifat ulet sedangkan pada temperature rendah material akan bersifat rapuh atau getas. Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperature yang berbeda dimana pada temperature kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperature dinaikkan.
Vibrasi atom ini berperan sebagai suatu penghalang terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi menjadi relative sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperature di bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi relative lebih mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif rendah.
Informasi mengenai temperature transisi menjadi demikian penting bila suatu material akan didesain untuk aplikasi yang melibatkan rentang temperature yang besar, misalnya dari temperature di bawah nol derajat Celcius hingga temperature tinggi di atas 100 derajat Celcius. Hampir semua logam berkekuatan rendah dengan struktur kristal FCC seperti tembaga dan aluminium bersifat ulet pada semua temperature sementara bahan dengan kekuatan luluh yang tinggi bersifat rapuh. Bahan keramik, polimer dan logam-logam BCC dengan kekuatan luluh yang rendah dan sedang memiliki transisi rapuh-ulet bila temperature dinaikkan. Hampir semua baja karbon yang dipakai pada jembatan, kapal, jaringan pipa dan sebagainya bersifat rapuh pada temperature rendah



Rabu, 21 November 2018

PERBEDAAN MEKANISME PERPATAHAN TRANSGRANULAR DAN PERPATAHAN INTERGRANULAR PADA PERPATAHAN ULET


PERBEDAAN MEKANISME PERPATAHAN TRANSGRANULAR DAN PERPATAHAN INTERGRANULAR PADA PERPATAHAN ULET

A. PERPATAHAN ULET

Perpatahan ulet merupakan perpatahan yang terjadi akibat pembebanan yang berlebih dimana sebelumnya terjadi penyerapan energi dan deformasi plastis. Perpatahan ini biasa terjadi pada energi pembebanan yang tinggi. Perpatahan ulet memberikan karakteristk berserabut (fibrous) dan gelap (dull).  Perpatahan ulet umumnya lebih disukai karena bahan ulet umumnya lebih tangguh dan memberikan peringatan lebih dahulu sebelum terjadinya kerusakan. Pada perpatahan ulet  komposisi material juga mempengaruhi, jadi bukan karena pengaruh beban saja. Perpatahan ulet biasanya terjadi pada material berstruktur bainit yang merupakan baja dengan kandungan karbon rendah.  Pada perpatahan ulet terdapat gabungan rongga mikro material. 


Gambar 1 . Tahapan terjadinya perpatahan ulet pada sampel uji tarik: (a) Penyempitan awal; (b) Pembentukan rongga rongga kecil (cavity); (c) Penyatuan rongga-rongga membentuk suatu retakan; (d) Perambatan retak; (e) Perpatahan geser akhir pada sudut 45°.
B. PERPATAHAN INTERANGULAR DAN TRANSGRANULAR
        Patahan Intergranular
Perpatahan ini kerap kali dianggap sebagai kelompok perpatahan khusus. Pada berbagai paduan didapatkan kesimpulan yang sangat peka antara tegangan yang diperlukan untuk perambatan retak pembelahan dan tegangan yang diperlukan untuk perpatahan rapuh sepanjang batas butir.Yang paling mudah dikenali dari patahan ini adalah jejak petahan melalui batas butir dari sampel yang gagal. Patahan memiliki permukaan tiga dimensi yang bentuk butir awalnya dapat dibedakan dengan jelas.
Patahan Transgranular
Perpatahan transkristalin dapat dikelompokkan atas perpatahan ulet, mikro dan rapuh.Pada pematahan ulet terjadi deformasi plastis dan pematahan terjadi akibat pertumbuhan rongga internal yang bargabung menjadi satu sehingga terjadi pemisahan sempurna. Permukaan perpatahan mempunyai penampilan berserat dan sering kali terjadi bibir geser. Kepatahan ulet semacam ini meliputi pertumbuhan letak perlahan-lahan dan penampang pematahan berkurang karena penguletan setempat diiringi instrabilitas.Pada patahan transgranular patahan merambat melalui butir. Selain itu ciri permukaan yang tampak cenderung planar atau konkoidal dan hanya merupakan ciri proses patahan tanpa indikasi yang jelas mengenai struktur dasar butir


Gambar 2 : (a) perpatahan transgranular (atas), (b) perpatahan integranular.




 Gambar 3 : (a) perpatahan transgranular, (b) perpatahan integranular.

Fenomena perpatahan transgranuar dan intergranular ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperature yang berbeda dimana pada temperature kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperature dinaikkan. Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi menjadi relative sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperature di bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi relative lebih mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif rendah.
                Dilihat dari uji tariknya, pada saat sample di tarik, dislokasi dislokasi semakin bergerak, menyebabkan banyaknya vacancy yang muncul dan  menyebabkan atom-atom bergerak untuk mengisi vacancy tersebut. Pada perpatahan transgranular dislokasi akan menjalar membelah batas butir, sehingga permukaan patahan menjadi bergelombang seperti bentuk batas butirnya. Sedangkan perpatahan intergranular dislokasi membutuhkan energi yang sangat besar untuk masuk ke buti dan membelah butir. Sehingga permukaan patahan akan lebih fine(lebih halus) dari pada patah transgranular. 



Sabtu, 17 November 2018

Welding Inspector

Sebelum membahas mengenai apa itu welding inspector dan tugasnya apa ? welding inspector berasal dari bahasa inggris welding = las dan inspector = pengecekan, jadi welding inspector adalah orang yang bertugas mengecek kualitas weldingan / las yang dikerjakan oleh welder, jadi bukan sebagai tukang lasnya lebih tepatnya sebagai pengeceknya

Syarat Menjadi Seorang Welding Inspector

Sebagai Welding Inspetor tugas yang harus dikuasai ialah sebagai berikut :

  • Material;Sebagai welding inspector hal yang harus dipahami ialah pemahaman mengenai material. pemilihan material dan bahan material yang sesuai dengan standar yang ditentukan, atau sesuai dengan permintaan dari client, dikarenakan pengelasan ialah menyambungkan dua material.

  • Consumable; sebelum dilakukan pengelasan welding inspector harus dapat menentukan consumable / elektroda / kawat las yang akan digunakan untuk proses pengelasan agar hasil kualitas pengelasan sesuai dengan standard yang di acu dan produk yang akan dibuat.

  • Welding Process;adalah proses pengelasanya contohnya menggunakan GTAW atau SMAW atau bisa juga SAW yang tentunya ini ditentukan oleh seorang welding inspector, seorang welding inspector harus mampu memilih proses yang tepat untuk digunakan dalam proses pengelasan. Karena kesalahan proses yang digunakan akan bisa berakibat fatal terhadap kualitas lasan dan produk yang akan dibuat.

  • Heat treatment;adalah suatu proses pemanasan suatu material sebelum atau sesudah dilakukan pengelasan ini betujuan untuk mengurangi tingkat stress suatu material, didalam pengelasan dikenal 2 (dua) proses yaitu preheat dan post weld heat treatment (PWHT). Pre heat ialah proses pemanasan material sebelum dilakukan pengelasan sedangkan PWHT adalah proses pemanasan material setelah dilakukan pengelasan, tingginya temperature panas yang dipelukan harus sesuai dengan bahan material dan lasan dengan standard yang diacu

  • Inspection;adalah proses pemeriksaan hasil lasan baik secara merusak (Destructive Test/DT) atau tidak merusak (Non Destructive Test/NDT). Seorang WI harus memahami dan ampu memilih jenis pemeriksaan yang tepat, item yang di-inspect apa saa, prosedur inspeksinya harus bagaimana, acceptance kriterianya seperti apa.

  • Drawing;disini bukan masalah kemampuan bagaimana membuat gambarnya tetapi adalah kemampuan untuk membaca gambar kerja khususnya terkait dengan pengelasan. Seorang WI harus mampu membaca gambar, sehingga dapat mengetahui bentuk produk yang akan dibuat, seberapa besar dimensinya, dan kriteria-kriteria lainnya.

  • Reporting;atau pelaporan merupakan aktivitas tuliskan apa yang dilakukan dan lakukan apa yang sudah ditulis. Aktivitas reporting ini mengandalkan keuletan atau kerajinan seorang WI, karena laporan ini merupakan evidence atau bukti mengenai progress pekerjaan.
  • Communication skill;kemampuan berkomunikasi adalah hal yang sangat penting agar informasi yang disampaikan sesuai dengan yang diharapkan. Selain kemampuan bahasa juga masalah seni dalam berkomunikasi

  • Umunya para WI yang baru mempunyai mind set bahwa kalau tugas WI selalu yang di perhatikan adalah defect. Jadi bagaimana menumukan defect adalah lebih penting dari pada yang lain. Ini adalah mind set yang salah ….Sebagai seorang QC atau WI mempunyai tugas yang lebih dari sekadar bisa menemukan defect dan memberikan markingan di benda itu repair atu t/up dsb.
  • Banyak diantara mereka kurang memahami gambar, safety dalam bekerja, member yang harus terpasang ,procedure kerja. punch list..calibrasi dll. Banyak para WI pergi ke lapangan tidak membawa gambar, tidak bawa buku catatan, tidak bawa pena, dll. Sehingga apa yang di temukan di lapangan hanya sekadar tahu dan bukan menjadi suatu catatan penting buat mereka. Budaya kerja seperti ini tidak bisa diterima. Seorang WI yang antusias dan berprestasi adalah mereka yang melengkapi diri mereka dengan attrribut kerja yang mememadai, semangat dalam bekerja, mengerti apa yang akan di produksi, tahu apa barang yang akan dipasang pada struktur tsb, mengerti membaca gambar, dll.
    Dengan terus bekerja , balajar dari pengalaman, sistematis kerja yang teratur akan menghasilkan WI yang terus berimprovement dan pada akhirnya mereka akanmenjadi professional yang pantas untuk di perhitungkan

Material Tahan Panas (Heat Resistant Material)

Material tahan panas adalah material yang mampu mempertahankan sifat-sifatnya atau tidak mengalami penurunan kualitas pada suhu yang tinggi...